GARUT, JABARBICARA.COM — Baru baru ini ribuan Kepala Desa dan Perangkat Desa kembali turun kejalan, turun kejalan berunjuk rasa di Jakarta di Tugu Patung Kuda dekat areal Monumen Nasional (Monas), guna mengkritisi kebijakan Pemerintah yang menerbitkan PMK No 81 Tahun 2025, Kebijakan tersebut dinilai menghambat kemajuan Desa.
Asep Haris Kepala Desa Sukaresmi tiga Periode melalui siaran Pers yang di terima Redaksi, menyuarakan aspirasinya serta mengigatkan kembali pesan Almarhum Sudir Santoso, SH., Mantan Ketua Umum Parade Nusantara, salah satu organisasi yang mengawal lahirnya Undang-undang Desa.
Melalui Siaran Pers yang di terima Redaksi, Asep Haris menyampaikan, kepada para senior, para guru, para sesepuh di barisan Parade Nusantara,
izinkan kami generasi penerus menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya.
Karena berkat perjuangan panjang Parade Nusantara, lahirlah Undang Undang (UU) Desa—sebuah tonggak sejarah bangsa Indonesia yang mengangkat harkat serta martabat desa, membuka ruang kemandirian, dan memulihkan kewibawaan desa sebagai akar peradaban bangsa Indonesia.
Dari UU Desa itulah kemudian lahir Dana Desa, yang membuat ribuan Desa mampu membangun jalan, jembatan, sarana air bersih, pemberdayaan ekonomi, dan mengatasi berbagai persoalan rakyatnya dengan kekuatan sendiri.
Namun, kita juga tahu… perjuangan ini tidak pernah benar-benar selesai serta tetap harus dikawal .
Rekan rekan semua ingat, Romo (Almarhum) Sudir Santoso SH , pernah berpesan kepada kita semua:
“Jaga obor perjuangan itu. Jangan sampai padam.”
Maka hari ini, kita bertanya pada diri sendiri:
Sudahkah kita menjalankan amanat Romo itu?
Apa langkah nyata kita untuk menjaga obor perjuangan itu tetap menyala?
Apakah dengan terus merawat silaturahmi?
Apakah dengan mendidik kader-kader muda dari desa agar mereka menjadi generasi penerus penjaga martabat desa?
Apakah dengan tetap berdiri tegak ketika desa diganggu, dituduh, disudutkan, dan dicabik-cabik oleh kebijakan yang tidak adil?
Aksi nasional kemarin adalah salah satu jawaban dari pertanyaan itu.
Kita datang, dari Sabang sampai Merauke, dari desa-desa terpencil hingga kota-kota besar, bukan untuk membuat Ribut. Bukan untuk mencari panggung.
Kita datang untuk menjaga desa, menjaga hak rakyat desa, dan menolak PMK 81/2025 yang berpotensi melemahkan kemandirian desa.
Dan kepada para ketua organisasi yang membidangi desa, kepada seluruh saudara seperjuangan yang menjadi tulang punggung gerakan ini…
Bersatulah.
Bersatulah ketika desa didzolimi.
Bersatulah, ketika kewenangan Desa dipersempit ruang geraknya.
Bersatulah ketika Desa dikerdilkan, dipangkas, dan tidak dihargai sebagai fondasi pembangunan nasional.
Karena hanya dengan persatuan, cita-cita besar itu akan terwujud:
kemandirian desa, kedaulatan desa, dan kehormatan desa sebagai pilar utama negara.
Maka dari itu, obor perjuangan yang dititipkan Romo tidak boleh padam.
Justru hari ini, setelah aksi nasional, obor itu harus menyala lebih terang:
di ruang publik, di media media, di diskusi-diskusi desa, di ruang kaderisasi, dan di setiap langkah kita membela hak hak Desa.
Ingat Rekan rekan semua, Perjuangan belum selesai.
Namun selangkah demi selangkah, kita semakin dekat pada cita-cita besar itu, Demikian siaran Pers dari Asep Haris Kepala Desa Sukalilah Sukaresmi yang di Terima Redaksi.
Parade (Persatuan Rakyat Desa) Nusantara adalah sebuah organisasi kemasyarakatan ( Ormas) yang mayoritas anggota dan pengurusnya adalah masyarakat pedesaan dengan pilar penyangganya adalah aparatur pemerintahan yaitu para kepala desa, perangkat desa, mantan kepala desa, dan mantan perangkat desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Elemen pemudanya terdiri dari Karang Taruna Desa dan elemen wanitanya adalah Ibu-Ibu penggerak PKK Desa.
Organisasi ini pertama diketuai oleh Sudir Santoso SH., MH. Parade Nusantara memiliki agenda strategis yaitu pengesahan RUU Pembangunan Pedesaan.
Organisasi Parade Nusantara menggelar kongres pertamanya di Solo tanggal 8 Juni 2009 dan dibuka secara resmi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. [JB]







