Tata Ruang Kabupaten Garut Berbasis Hukum, Kultural, Ekologi, Keselamatan Publik, Ekonomi Lokal, Hulu DAS Cimanuk, LP2B–LSD, dan Integrasi Kebijakan Daerah: Analisis dan Konsekuensi Hukumnya

Artikel Hukum81 Dilihat

Oleh: Dadan Nugraha, S.H
Pemerhati Hukum & Kebijakan Publik

Tata ruang adalah instrumen hukum strategis yang mengatur arah pembangunan wilayah. Kabupaten Garut, sebagai wilayah hulu DAS Cimanuk, kawasan pertanian penting, dan daerah rawan bencana, membutuhkan tata ruang yang lebih ketat, berbasis hukum, ekologis, budaya, keselamatan publik, potensi unggulan daerah, serta perlindungan LP2B–LSD. Artikel hukum ini menguraikan konsep tata ruang ideal Garut dan menyajikan konsekuensi hukum bagi Pemerintah Daerah apabila lalai atau menyimpang dari kewajiban penataan ruang.

IMG-20251124-WA0038
IMG-20251124-WA0039
IMG-20251118-WA0104

I. Pendahuluan

Garut merupakan wilayah dengan kompleksitas geografis dan ekologis tinggi: berada di hulu DAS Cimanuk, memiliki gunung berapi aktif, lahan pertanian strategis, pesisir selatan rawan tsunami, serta kawasan adat yang masih hidup. Dengan demikian, tata ruang Garut harus disusun dengan sensitivitas ekologis, kultural, ekonomi, dan hukum yang integratif.

Pelanggaran tata ruang bukan hanya kesalahan administratif—tetapi dapat berujung konsekuensi pidana, perdata, maupun pembatalan kebijakan daerah.

II. Tata Ruang Berbasis Hukum

Landasan penting tata ruang Garut meliputi:

  1. UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3)
  2. UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
  3. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup
  4. UU No. 41 Tahun 2009 jo. UU No. 11 Tahun 2020 tentang LP2B
  5. PP No. 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Sawah
  6. PP No. 38 Tahun 2011 tentang Sungai
  7. PP No. 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
  8. Perda RTRW Provinsi Jawa Barat
  9. Perda RTRW Kabupaten Garut

Pemerintah Daerah berkewajiban menyusun dan melaksanakan RTRW dan RDTR sebagai lex specialis tata ruang daerah.

Baca Juga:  Dadan Nugraha Soroti Dugaan Maladministrasi dan Potensi Tipikor dalam Pengelolaan PKBM di Garut, Apresiasi Langkah Legislator Yudha Puja Turnawan

Konsekuensi hukum jika Pemda tidak taat hukum:

  • Pembatalan Perda RTRW oleh Menteri ATR/BPN
  • Gugatan TUN dari masyarakat/pelaku usaha
  • Sanksi administrasi oleh pemerintah pusat
  • Potensi tindak pidana korupsi bila penerbitan izin tidak sesuai zonasi
  • Tuntutan ganti rugi akibat kerusakan lingkungan

III. Identitas Kultural Masyarakat Garut dalam Tata Ruang

Garut memiliki kampung adat dan warisan budaya yang wajib diproteksi.

Kebijakan tata ruang harus mengakui:

  • Zona budaya dan situs adat
  • Pola permukiman tradisional
  • Kawasan sakral dan ruang ritual
  • Pemetaan wilayah adat dalam RTRW

Konsekuensi hukum jika diabaikan:

  • Gugatan masyarakat adat berdasarkan Putusan MK No. 35/2012
  • Pembatalan izin yang melanggar kawasan adat
  • Tuntutan ganti rugi atas perusakan budaya

IV. Tunduk pada Batasan Ekologi Natural

Topografi Garut penuh risiko ekologis:
Gunung Guntur, Papandayan, patahan aktif, lereng curam, lahan kritis, serta pesisir selatan rawan tsunami.

Tata ruang wajib menetapkan zona:

  • Kawasan rawan bencana
  • Kawasan lindung geologi
  • Kawasan konservasi hutan
  • Zona serapan air dan zona hijau

Konsekuensi hukum jika dilanggar:

  • Pemda dapat terjerat pidana lingkungan (UU 32/2009)
  • Gugatan perdata atas kerusakan ekologis
  • Pertanggungjawaban negara apabila bencana terjadi akibat kesalahan kebijakan

V. Keselamatan Publik sebagai Asas Tertinggi

Tata ruang harus menjadi alat perlindungan jiwa masyarakat Garut.

Kewajiban Pemda meliputi:

  • Pengaturan pembangunan di zona bahaya
  • Jalur evakuasi pesisir selatan
  • Standar bangunan tahan gempa
  • Larangan pembangunan di sempadan sungai dan bibir tebing

Konsekuensi hukum jika lalai:

  • Pasal 359–360 KUHP (kelalaian yang menyebabkan korban)
  • Gugatan class action dari korban bencana
    Tanggung jawab jabatan pejabat penandatangan izin

VI. Pengembangan Ekonomi Berbasis Potensi Unggulan Garut

Tata ruang harus menjadi alat pengembangan ekonomi lokal melalui:

  1. Hortikultura
  2. Perkebunan
  3. Kehutanan sosial
  4. UMKM dan industri kecil
  5. Wisata alam & budaya
  6. Ekonomi pesisir dan perikanan
Baca Juga:  Merasa Terus di Intimidasi, Seorang Nasabah bank BJB Minta Pendampingan Kantor Hukum Faisal & Partners

Konsekuensi hukum jika Pemda tidak menyediakan kepastian ruang:

  • Gugatan administrasi dari pelaku usaha
  • Risiko konflik agraria dan kerugian fiskal daerah
  • Maladministrasi menurut UU Ombudsman

VII. Penataan Hulu DAS Cimanuk

Hulu DAS Cimanuk berpusat di Garut (Cikuray, Papandayan, hingga Cimanuk Hulu).
Hulu DAS adalah area penentu tata air seluruh Jawa Barat bagian timur.

Pemda berkewajiban:

  1. Menjaga tutupan vegetasi minimal 30%
  2. Melindungi zona hulu dari alih fungsi masif
  3. Menetapkan buffer zone konservasi
  4. Mengendalikan pembangunan pada lereng curam
  5. Mengintegrasikan RTRW dengan Rencana Pengelolaan DAS Nasional

Gagal mengatur hulu DAS adalah penyebab utama banjir bandang seperti 2016.

Konsekuensi hukum bagi Pemda:

  • Tanggung jawab pidana jika kerusakan DAS memicu bencana (UU LH)
  • Gugatan perdata atas kerugian masyarakat hilir
  • Sanksi pemerintah pusat untuk daerah yang gagal mengelola DAS strategis

VIII. Integrasi LP2B dan LSD dalam Tata Ruang Kabupaten Garut

A. LP2B – Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

LP2B wajib dilindungi menurut UU No. 41/2009.
Garut sebagai daerah pertanian harus menetapkan:

  • Luas LP2B minimal yang tidak boleh dialihfungsikan
  • Zona pertanian strategis di Samarang, Cikajang, Banyuresmi, Leles, dll.
  • Insentif petani dan perlindungan lahan

Konsekuensi hukum Pemda jika melanggar LP2B:

  • Pidana: Penanggung jawab kebijakan dapat dipidana jika sengaja mengizinkan alih fungsi LP2B.
  • Ganti rugi kepada negara akibat hilangnya produksi pangan.
  • Sanksi administratif berupa pembatalan izin, pencopotan kewenangan tata ruang.

B. LSD – Lahan Sawah Dilindungi

LSD adalah bagian dari LP2B yang memiliki ketentuan lebih ketat karena berbasis peta spasial nasional (Kementerian ATR/BPN).

Baca Juga:  Kantor Hukum DN IBRAHIM Soroti Pernyataan Bupati Garut Terkait UMK dan Implikasi Investasi Daerah, Tinjau Aspek Hukum Ketenagakerjaan

Pemda Garut wajib:

  • Menetapkan LSD dalam RTRW
  • Melarang perubahan fungsi tanpa izin Menteri
  • Menjaga produktivitas sawah sebagai ketahanan pangan daerah

Konsekuensi hukum LSD:

  • Izin yang dikeluarkan di atas LSD adalah cacat hukum dan dapat dibatalkan.
  • Pejabat dapat dijerat pidana karena penyalahgunaan kewenangan.
  • Pemerintah pusat dapat melakukan intervensi pembinaan khusus.

IX. Perlindungan Sempadan Sungai, Hutan, DAS, dan Geologi

RTRW Garut wajib menetapkan:

  • Sempadan Sungai Cimanuk: 50–100 m
  • Sempadan sungai kecil: 15–30 m
    – Zona patahan dan vulkanik sebagai non-budidaya
    – Hutan lindung sebagai kawasan tidak boleh dialihfungsi

Konsekuensi hukum:

  • Pidana lingkungan (Pasal 98–99 UU PPLH)
  • Gugatan public interest litigation
  • Pembatalan izin dan pemulihan ekologis yang wajib dibiayai Pemda

X. Integrasi Kebijakan Garut–Jawa Barat

Tata ruang Garut harus sinkron dengan:

  • RTRW Jawa Barat
  • Kebijakan Jabar Selatan
  • Pembangunan kawasan industri dan pertanian
  • Program nasional: LP2B, LSD, DAS, KLHS

Konsekuensi hukum jika tidak terintegrasi:

  • Pembatalan Perda RTRW
  • Penundaan atau penghentian proyek strategis nasional
  • Tidak turunnya dana pusat karena disharmoni kebijakan ruang

XI. Penutup

Tata ruang Kabupaten Garut harus dibangun berdasarkan tujuh elemen fundamental:

1. Landasan hukum
2. Identitas budaya masyarakat
3. Batasan natural ekologi
4. Keselamatan publik
5. Ekonomi unggulan daerah
6. Penataan hulu DAS Cimanuk serta perlindungan LP2B dan LSD
7. Integrasi dengan kebijakan Garut–Jawa Barat

Kegagalan dalam memenuhi elemen-elemen tersebut akan membawa konsekuensi hukum yang berat: administratif, perdata, pidana, hingga pembatalan kewenangan daerah.

Tata ruang bukan hanya peta, melainkan perjanjian hukum antar-generasi agar Garut tetap hidup, aman, produktif, dan lestari. [**]

Posting Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *