Oleh: Yusup Saepul Hayat – Ketua Umum HMI Cabang Garut
Setiap tanggal 9 Desember, dunia memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia — sebuah pengingat bahwa korupsi adalah musuh bersama: musuh keadilan, musuh pemerataan, dan musuh masa depan generasi bangsa. Dalam perspektif hukum nasional, korupsi adalah extraordinary crime sebagaimana ditegaskan dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001, yang menempatkan korupsi sebagai tindak kejahatan luarbias yang merusak, dan secara khusus di daerah, momentum ini harus dijawab dengan keseriusan moral dan komitmen praktis. Di Garut, tantangan itu nyata — ia hadir dalam bentuk praktik, angka, dan dampak sosial yang nyata.
Realitas Korupsi di Garut: Data Terbaru & Kasus-Kasus Nyata
Berdasarkan catatan publik, pada 2023 terdapat kasus korupsi dana desa di Garut: salah satu kasus menimpa sebuah desa di Kecamatan Sucinaraja, di mana anggaran dana desa (ADD) diselewengkan; kerugian negara dilaporkan mencapai Rp 469 juta. Tersangkanya telah ditahan oleh aparat pengadilan.
Selain itu, terdapat kasus korupsi BLT (Bantuan Langsung Tunai) dana desa untuk tahun 2020 — di salah satu desa di Cilawu — di mana oknum kepala desa ditetapkan tersangka karena memanfaatkan dana bantuan sosial bagi warga miskin selama pandemi. Kerugian negara dilaporkan mencapai Rp 374 juta.
Kasus-kasus tersebut bukan insiden tunggal; sejarah korupsi di Garut termasuk dugaan penyimpangan anggaran pembangunan, proyek fisik, pengadaan barang/jasa, serta anggaran bantuan sosial.
Di sisi kelembagaan, hasil pemantauan terbaru oleh pemerintah daerah melalui mekanisme pencegahan menunjukkan bahwa skor Monitoring Center for Prevention (MCP) Kabupaten Garut pada 2024 adalah 92 — yang menempatkan Garut di peringkat ke-10 di Jawa Barat, tetapi masih di peringkat ke-122 secara nasional. Pemkab sendiri mengakui bahwa capaian itu belum memuaskan dan menargetkan peningkatan pada 2025.
Data dan fakta di atas menggambarkan bahwa korupsi — baik skala kecil maupun besar — masih menjadi ancaman serius bagi tata kelola pemerintahan dan keadilan sosial di Garut.
Mengapa Penting: Implikasi Sosial dan Pembangunan
Dari perspektif akademis dan tata negara, korupsi di tingkat lokal — khususnya di desa atau pemerintahan kabupaten — memiliki dampak yang jauh lebih luas daripada sekadar kerugian keuangan. Penyelewengan dana desa atau BLT misalnya, berarti ada warga yang seharusnya mendapatkan layanan atau bantuan justru dirugikan. Dana pembangunan yang dikorupsi bisa memperlambat pembangunan infrastruktur, merusak kepercayaan publik, dan melemahkan legitimasi pemerintah daerah.
Penelitian empiris menunjukkan bahwa pemerintahan daerah dengan kontrol internal dan audit yang kuat memiliki tingkat korupsi yang jauh lebih rendah. Sebaliknya, anggaran besar tanpa transparansi dan akuntabilitas cenderung menjadi celah bagi korupsi.
Dengan demikian, memperkuat integritas birokrasi, transparansi dalam pengelolaan anggaran, serta kontrol sosial dari masyarakat dan organisasi sipil bukanlah pilihan — melainkan kebutuhan mendesak.
Peran Pemuda-HMI Garut: Tanggung Jawab Moral dan Strategis
Sebagai bagian dari civil society, pemuda dan mahasiswa memikul peran strategis—yang sejalan dengan ruang partisipasi publik dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Di sinilah HMI Garut menempatkan diri sebagai penggerak kontrol sosial.
Tiga peran strategis:
- Kontrol Sosial & Advokasi Kebijakan
Mendorong keterbukaan anggaran desa, APBD, dan proyek publik sebagaimana diamanatkan UU KIP. - Mendorong Tata Kelola Birokrasi yang Sehat
Penguatan audit internal, penggunaan LPSE, dan mekanisme pengadaan transparan sesuai Perpres Pengadaan Barang/Jasa. - Kolaborasi Lintas Elemen
Membangun jejaring dengan pemerintah daerah, LSM, akademisi, dan pers sesuai dengan prinsip multi-stakeholder engagement dalam regulasi anti-korupsi modern.
Seruan Bersama :
“Korupsi tidak tumbuh karena kekurangan anggaran, melainkan karena kekosongan karakter_ Karena itu, integritas bukan hanya sekedar sikap, tetapi perjuangan jangka panjang.”
Pada peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia tahun ini harus menjadi pangkal perubahan. Kita tidak bisa hanya berdiri sebagai penonton. Kita harus menjadi penggerak, pembaca anggaran, pengawas, sekaligus penjaga moral publik. Gerakan antikorupsi bukan sekadar program, tetapi budaya yang harus diperjuangkan.
Melalui tulisan ini kami bermaksud ingin menyampaikan bahwa mari kita jadikan data-data di atas sebagai alarm: setiap rupiah anggaran, setiap kebijakan publik, setiap program desa — harus dapat dipertanggungjawabkan secara transparan.
Atas nama HMI Cabang Garut, saya menegaskan komitmen: kami akan terus mengawal kebijakan publik, mengawasi anggaran, memperkuat pendidikan antikorupsi, dan menghidupkan kesadaran kolektif bahwa Garut yang bersih bukan utopia — ia ia bisa diwujudkan melalui keberanian dan kepatuhan pada hukum.
Semoga upaya ini menjadi bagian dari ikhtiar kita menuju Garut yang lebih bersih, berkeadilan, dan berintegritas. [**]
Garut, 9 Desember 2025
Yusup Saepul Hayat
Ketua Umum HMI Cabang Garut







