Site icon JABARBICARA.COM

Dadan Nugraha Soroti Potensi Pelanggaran UU No. 1 Tahun 2022 dan UU No. 17 Tahun 2003 dalam Keterlambatan Proyek APBD Garut 2025

GARUT, JABARBICARA.COM – Advokat dan pemerhati kebijakan publik, Dadan Nugraha, kembali menganalisa secara tajam keterlambatan realisasi proyek pembangunan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Garut tahun 2025.

Merespons pernyataan legislator Iman Alirahman terkait kendala administrasi pasca Inpres No. 1 Tahun 2025, Nugraha kini memperkuat analisis hukumnya dengan merujuk pada peraturan perundang-undangan terkini yang berlaku, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD) dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

“Pemakluman terhadap kendala administrasi tidak dapat dijadikan alasan pembenar atas kelambanan yang terindikasi melanggar prinsip pengelolaan keuangan daerah yang sehat dan sesuai dengan amanat undang-undang terbaru,” ujar Dadan Nugraha, Selasa (29/04/2025).

“Merujuk pada Pasal 4 ayat (2) UU HKPD, pengelolaan keuangan daerah harus dilaksanakan secara tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab. Keterlambatan realisasi proyek hingga triwulan kedua jelas menimbulkan pertanyaan serius terkait kepatuhan terhadap asas-asas ini.”

Dadan Nugraha lebih lanjut menggarisbawahi implikasi dari Pasal 5 ayat (1) UU HKPD yang menyatakan bahwa hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah harus didasarkan pada prinsip transparansi dan akuntabilitas. “Masyarakat berhak atas informasi yang jelas dan akuntabel mengenai penyebab keterlambatan ini. Sekadar menyebut ‘memerlukan waktu’ tanpa rincian yang terukur dan target yang jelas, berpotensi melanggar prinsip keterbukaan dalam pengelolaan anggaran publik,” tegasnya.

Selain UU HKPD yang merupakan landasan hukum terbaru dalam hubungan keuangan pusat dan daerah, Nugraha juga mengingatkan kembali pada Pasal 1 angka 13 UU 17/2003 tentang definisi pelaksanaan anggaran. “Pelaksanaan anggaran adalah rangkaian kegiatan sejak penetapan anggaran sampai dengan perhitungan pertanggungjawaban anggaran. Ketiadaan realisasi proyek yang signifikan di triwulan kedua menunjukkan potensi inefektivitas dalam tahapan pelaksanaan yang krusial ini,” paparnya.

Menanggapi alasan administrasi pasca Inpres efisiensi, Dadan Nugraha menyatakan, “Meskipun Inpres dapat membawa perubahan prosedural, Pasal 6 ayat (2) UU HKPD secara tegas menyatakan bahwa Pemerintah Daerah memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk mengelola keuangannya sendiri. Pemerintah Daerah seharusnya mampu beradaptasi dengan kebijakan baru tanpa mengorbankan efektivitas pelaksanaan APBD yang telah disahkan untuk kepentingan masyarakat.”

Dadan Nugraha kembali mendesak DPRD Kabupaten Garut untuk menjalankan fungsi pengawasan anggaran secara lebih intensif, berlandaskan pada kewenangan yang diatur dalam Pasal 160 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 9 Tahun 2015. “DPRD memiliki hak untuk meminta keterangan dan melakukan penyelidikan terkait pelaksanaan APBD. Keterlambatan yang tidak jelas justifikasinya harus dipertanyakan secara serius demi akuntabilitas publik,” tandasnya.

“Keterlambatan realisasi proyek APBD bukan hanya sekadar isu administratif, melainkan berpotensi menjadi persoalan kepatuhan hukum terhadap UU HKPD dan UU Keuangan Negara. Pemerintah Daerah memiliki kewajiban yang jelas untuk melaksanakan anggaran secara efektif dan efisien demi kesejahteraan masyarakat Garut,” pungkas Dadan Nugraha. [Jb]

Exit mobile version