CIMAHI, JABARBICARA.COM — Usulan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi untuk memasukkan seni tradisi mamaos sebagai salah satu cabang lomba dalam ajang Musabaqah Tilawatil Qur’an dan Hadits (MTQH) mendapat kritik tajam dari kalangan ulama dan penggiat Al-Qur’an.
Salah satu yang menyuarakan keberatannya adalah H.Fitrah Dani Ahmadsyah M.Sos, Pengasuh Pondok Pesantren Darul Huffadz sekaligus Ketua Jam’iyyatul Qurra wal Huffazh (JQH) Nahdlatul Ulama Kota Cimahi. Ia menilai usulan tersebut tidak relevan dengan esensi dan ruh dari MTQH yang bersifat syar’i.
“MTQH adalah ajang yang sangat sakral, ruang untuk menampilkan kemuliaan Al-Qur’an dan Hadits, bukan tempat untuk eksperimen budaya lokal yang bisa mengaburkan nilai-nilai keislaman,” ujar Kang H. Fitrah kepada media, Senin (17/6/25).
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyampaikan usulan tersebut saat membuka MTQH ke-39 tingkat provinsi di Kabupaten Bandung pada Minggu malam, 15 Juni 2025. Dalam pidatonya, ia menyebutkan perlunya memasukkan unsur seni lokal seperti mamaos sebagai bentuk akulturasi budaya dan penguatan identitas kedaerahan dalam MTQH.
Namun menurut Kang H. Fitrah sapaan akrabnya, kalau yang dimaksud seni mamaos merupakan bentuk pembacaan Pujian atau syair-syair bahasa arab masih bisa dipertimbangkan, Tapi jika usulan tersebut menyangkut dengan kompetensi tilawah, tafsir, tahfidz, atau syarahan Hadits yang inti dari lomba MTQH perlu kehati – hatian.
“Kita tetap berpegang pada prinsip al-Muhafazhah ‘alal Qadimish Shalih wal Akhdu bil Jadidil Ashlah (memelihara tradisi lama yang baik dan mengambil kebiasaan baru yang lebih baik). Tentunya usulan KDM harus dikonsultasikan dulu bersama para Kyai yang ahli dalam bidangnya” tegasnya
Alumni Pesantren Tebuireng Jombang tersembut juga mengingatkan agar penyelenggara MTQH tidak terjebak dalam semangat lokalitas yang berlebihan sehingga menodai kemurnian misi dakwah Al-Qur’an. Ia meminta Gubernur Dedi Mulyadi untuk mengkaji ulang usulannya dan mendengar masukan dari para ulama, hafizh, dan akademisi Al-Qur’an agar ada pakem yang jelas,: tutup Kang H. Fitrah. [Jb]