GARUT, JABARBICARA.COM- Tuntas sudah penerimaan siswa baru untuk tingkat SMP di Kabupaten Garut. Pendaftaran dimulai tanggal 16 Juni dan diakhiri pada tanggal 23 Juni 2025 serta dibuka kelulusannya pada tanggal 4 Juli 2025. Rangkaian kegiatan SPMB tahun ini menggunakan aplikasi sehingga setiap orang tua atau guru kelas enam sekolah dasar bisa secara langsung mendaftarkan siswanya melalui link yang sudah disediakan pihak Dinas Pendidikan Kabupaten Garut. Tetapi apabila tidak didaftarkan oleh orang tua atau guru kelas enam, maka calon siswa bisa secara langsung mendaftar di sekolah yang dituju. Penulis pun mencoba mendaftarkan siswa yang daftar langsung ke sekolah. Pada aplikasi pendaftaran tersebut sudah ditentukan pilihan sekolah yang dituju dan sekolah pilihan kedua sebagai antisipasi apabila tidak diterima di sekolah yang dituju maka masih ada harapan diterima di sekolah pilihan dua. Pada tanggal 4 Juli 2025 sudah bisa dipastikan bahwa calon siswa bisa diterima di sekolah yang dituju atau apabila tidak diterima di sekolah yang dituju ada kemungkinan diterima di sekolah pilihan dua.
Penulis yang juga Kepala SMP swasta mempunyai harapan yang besar pada SPMB tahun ini akan mendapatkan jumlah siswa yang sesuai dengan kuota yang diajukan. Harapan itu bukan berupa mimpi kosong di siang bolong karena SPMB tahun ini sudah dipersiapkan jauh-jauh hari oleh Pihak Dinas Pendidikan Kabupaten Garut akan berjalan dengan jujur, transparan, dan netral. Hal ini dimaklumi karena pada SPMB tahun sebelumnya yakni di tahun 2024 terjadi sesuatu hal yang sangat merugikan persekolahan swasta. Pada saat itu beberapa SMP Negeri menerima jumlah siswa yang sangat ugal-ugalan, ada yang menerima siswa 40 sampai dengan 47 siswa setiap kelasnya untuk 11 rombongan belajar, padahal berdasarkan peraturan Menteri Pendidikan dan kebudayaan tentang standar pengelolaan bahwa sebuah SMP hanya boleh menerima siswa dengan jumlah 32 setiap kelasnya untuk 11 rombongan belajar.
Proses SPMB yang ugal-ugalan itu ternyata dilegalisasi oleh Pj Bupati pada saat itu dengan menerbitkan Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM). Substansi dari isi surat itu membenarkan perbuatan ugal-ugalan yang dilakukan beberapa SMP Negeri yang tentunya dengan hal tersebut mengakibatkan SMP-SMP swasta banyak yang kekurangan siswa bahkan nyaris gulung tikar dan SMP-SMP swasta tidak diberikan tempat untuk mengadu dari persoalan tersebut. Namun penulis masih mempunyai harapan yang besar karena di poin keempat di SPTJM itu untuk tahun 2025 akan dikembalikan pada aturan yang sebenarnya. Artinya aturan itu tentunya sudah pasti harus diterapkannya tahun sekarang.
Sebelumnya pada tahun 2024 pasca diumumkan hasil SPMB Penulis berjuang bersama teman-teman lainnya terutama dengan BMPS mengadukan persoalan itu ke Pihak DPRD Garut walaupun kami kecewa karena yang seharusnya memberikan penjelasan yakni Pj. Bupati dan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Garut tidak hadir. Kehadiran para pejabat tersebut hanya diwakili oleh Sekretaris Disdik dan Kasie Kurikulum yang tentunya mereka bukan pejabat yang mengeluarkan kebijakan terkait SPMB. Pada pertemuan itu kami sangat tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan dari carut marutnya, ugal-ugalan, serta brutalnya SPMB 2024.
Di sekitar bulan Agustus atau September 2024 kami diundang oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Garut untuk mengikuti Rapat Koordinasi persiapan SPMB tahun 2025 bertempat di Hotel Agusta Tarogong Kaler. Ada harapan besar pada kami bahwa SPMB tahun 2025 kami akan akan mendapatkan siswa sesuai kuota yang diajukan. Betapa tidak rakor tersebut dihadiri oleh komponen-komponen yang cukup bisa dipercaya, yakni ada Kasie Kurikulum sebagai wakil Kepala Dinas yang bertanggung jawab suksesnya SPMB 2025. Ada teman-teman para pengawas, teman-teman BMPS, MKKS, teman-teman FKSS, para Ketua Rayon, Para Ketua Satkorwil, dan cukup banyak perwakilan Kepala SMP Negeri dan Swasta. Dalam penjelasannya kasie kurikulum menjamin bahwa SPMB tahun 2025 akan mengakomodasi kepentingan sekolah negeri dan swasta, transparan, bermartabat, dan tidak akan ada yang dirugikan.
Harapan besar itu ternyata hanya pepesan kosong karena ternyata kebrutalan, ugalan-ugalan, arogansi SPMB tahun 2024 diulang Kembali. Gagal paham dalam menafsirkan peraturan malah menjadi sesuatu yang patut untuk dibahas. Hanya bermodalkan Keputusan Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek nomor 071/H/M/2024 Dinas Pendidikan Kabupaten Garut membuka kran selebar-lebarnya untuk sekolah negeri menerima siswa sebanyak-banyaknya. Di lapangan ternyata ada SMP Negeri yang menerima siswa di atas 40 setiap kelasnya untuk 11 rombongan belajar.
Dalam Keputusan Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek disebutkan: Dalam kondisi pengecualian jumlah siswa dapat dinaikkan menjadi : SD 40 siswa, SMP 45 siswa, SMA/SK 50 siswa. Sementara dalam penjelasannya pengecualian itu hanya berlaku pada wilayah-wlayah: 1) Wilayah padat penduduk dengan keterbatasan satuan Pendidikan; 2) Wilayah yang menerima peserta didik dari luar wilayah karena kekurangan satuan Pendidikan; 3) Wilayah dengan kondisi khusus seperti bencana alam atau sosial.
Penulis yang pada saat ini menjadi Kepala SMP Muhammadiyah Tarogong sangat tersentak dengan kebijakan Dinas Pendidikan. Kenapa tidak karena dilihat dari sekolah penulis yang berada di Wilayah 1 khususnya Kecamatan Tarogong Kidul dan Kaler pengecualian tersebut sangat tidak masuk akal. Ini bukan pengecualian tapi keistimewaan. Penulis siap beradu data dengan Dinas Pendidikan tentang sekolah-sekolah yang berada di sekitar SMP Negeri yang mendapatkan keistimewaan tadi.
Sebagai contoh sebaran sekolah yang berada di sekitar SMP Negeri 1 Tarogong kaler di lihat dari alamat siswa pendaftarnya terdiri atas:
- Barat : SMP Satu Muharam Tarogong Kaler, SMP Darussalam Tarogong Kaler, SMP Baiturrohman
Tarogong Kaler, SMP Darul Abror Tarogong Kaler, SMP Arafah Cendikia Tarogong Kaler dan
SMP Negeri 2 Tarogong Kaler. - Utara : MTs An Nasher, SMP Wasilah Cendekia, SMP Arrohmat, MTs Matlaul Ulum, dan SMP Al
Masduki - Timur : SMP Al Huda, SMP Al Hikmah, SMP YBHM, SMP PGRI Tarogong, dan SMP Al Halim
- Selatan : SMP Qiyadi Al Fatih, SMP Pasundan 3 Garut, SMP Bani Adam Hawa, SMP Muhammadiyah
Tarogong, MTs Al Falah Biru, dan SMP Negeri 4 Tarogong Kidul.
Carut marut, kebrutalan, arogansi, dan gagal pahamnya SPMB 2025 ini mengingatkan penulis pada cerita pewayangan yang ditulis dalam Kitab Mahabarata tentang Perang Barata Yudha. Dalam cerita tersebut dikisahkan bahwa peperangan itu adalah perang saudara antara Pandawa dan Kurawa di Tegal Kurusetra. Pandawa dan Kurawa merupakan cucu dari Raja Santanu penguasa Kerajaan Hastina Pura. Peperangan itu pun dalam rangka memperebutkan Kerajaan Hastina Pura. Siapa sebenarnya yang berhak mewarisi kerajaan tersebut harus diselesaikan melalui peperangan.
Dalam peperangan tersebut orang-orang yang seharusnya netral dan melindungi kedua belah pihak malah berpihak kepada salah satunya. Orang tersebut adalah Resi Bisma dan Guru Dorna. Resi Bisma adalah kakek dari Pandawa dan Kurawa, sementara Guru Dorna adalah Guru Kanuragan dari Pandawa dan Kurawa juga. Baik Resi Bisma maupun Guru Dorna bukanlah orang sembarangan, mereka memiliki kesaktian yang sangat luar biasa. Resi Bisma adalah seorang panglima perang dan Guru Dorna adalah ahli memanah yang sangat ulung. Kedua-duanya memiliki ilmu kanuragan yang hebat, itulah power mereka. Akhirnya dalam peperangan itu seorang kakek yang sakti harus bertempur dengan cucu-cucunya, dan seorang guru yang sakti juga harus melawan murid-muridnya. Tidak lucu memang dan tidak seimbangnya kekuatan dalam peperangan tersebut. Mungkin sang kakek dan sang guru itu hati nuraninya sudah mati suri dan akal sehatnya sudah pingsan.
SPMB memang bukan perang tetapi kompetisi. Para Kompetitor harus berkompetisi secara sehat. Kompetisi pun harus dipimpin oleh wasit yang adil dan tidak berat sebelah. Sehat tidaknya kompetisi ditandai dengan ketaatan dan kepatuhan terhadap aturan. Pemegang kebijakan diibaratkan seperti wasit yang harus mengawasi jalannya kompetisi. Kalau ada yang melanggar harus diingatkan bahkan kalau perlu apabila kompetitor itu tetap NOYOD harus diberikan sanksi.
Harapan tinggal harapan, keyakinan tak berbuah kenyataan, hasil ternyata mengkhianati proses. Hal ini diakibatkan oleh pengambil kebijakan yang gagal menafsirkan aturan. SMP Swasta banyak yang ambruk bahkan nyaris gulung tikar. Di awal tahun pelajaran baru kemungkinan ada guru honorer harus di-PHK, dinonaktifkan, atau dirumahkan. Ternyata Resi Bisma dan Guru Dorna menjelma pada kebijakan Dinas Pendidikan Kabupaten Garut. Dinas Pendidikan yang memiliki power dan kekuatan seharusya netral bahkan harus menjelma menjadi wasit yang adil, tetapi malah justru ikut menjadi pemain. Dia berada di pihak sekolah-sekolah negeri yang mendapatkan keistimewaan tadi. Sekolah swasta tidak memiliki tempat mengadu kecuali kepada dirinya sendiri atau kepada teman-temannya yang senasib. Sekolah swasta seolah-olah dianggap anak pulung atau anak tiri yang tidak memiliki hak untuk dibela. Mau mati silahkan, mau terus hidup juga silahkan. Laa ya mut walaa yahya, hidup tak mau mati pun enggan.
Wallohu a’lam
[Rahmat Setiadi
Kepala SMP Muhammadiyah Tarogong / Ketua Satkorwil 2 SMP]