GARUT, JABARBICARA.COM — Suasana politik dan bisnis di lingkungan Pemerintah Kabupaten Garut kembali menghangat. Seorang kontraktor muda, Muhamad Miraj, S.IP, membeberkan dugaan adanya intervensi kekuasaan dalam proses pengadaan barang dan jasa (PBJ) di sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Menurut Miraj, banyak perusahaan kecil di Garut hanya dijadikan alat oleh pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan proyek.
“Sekarang banyak perusahaan lokal hanya dijadikan formalitas. CV dan PT-nya dipinjam untuk tender, tapi yang kerja dan dapat untung orang lain,” kata Miraj di Garut, Sabtu, 12 Oktober 2025.
Ia menilai fenomena “pinjam bendera perusahaan” ini sudah merusak sistem dan mengkhianati semangat pemberdayaan ekonomi lokal.
“Bupati dan wakil bupati harus bertanggung jawab. Jangan pura-pura tidak tahu. Rakyat tahu siapa yang mengatur semua ini,” ujarnya.
Tender Hanya Formalitas, Pemenang Sudah Diatur
Miraj menyebut, beberapa proyek di SKPD seperti Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Perhubungan, dan Dinas Sosial menjadi sorotan karena proses lelangnya diduga hanya formalitas.
“Pemenang tender sering kali sudah diatur sebelum dokumen diumumkan. Di lapangan, ada yang mengendalikan siapa yang boleh ikut dan siapa yang akan menang. Sistem ini berjalan dengan restu dari atas,” ungkapnya.
Praktik itu, kata dia, membuka ruang besar bagi korupsi, kolusi, dan nepotisme. Tak jarang, proyek yang seharusnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat justru menjadi sumber keuntungan pribadi bagi oknum tertentu.
Modus Lama dalam Bungkus Baru
Berdasarkan pantauan lapangan dan informasi yang beredar di kalangan kontraktor, Miraj menyebut sejumlah modus lama masih terjadi, hanya dengan pola lebih halus.
Antara lain:
Subkontrak ilegal yang menyalahi peraturan, Pembayaran 100 persen meski pekerjaan belum selesai, Campur tangan politik dari pihak luar birokrasi. “Sekarang sistemnya seperti lingkaran. Ada tim politik yang mengatur, lalu dinas mengikuti, kemudian perusahaan lokal hanya disuruh pasang nama di atas dokumen,” kata Miraj.
Keadilan Ekonomi yang Hilang
Miraj mengingatkan bahwa arah pembangunan seharusnya menyejahterakan pelaku lokal, bukan mengokohkan jaringan bisnis yang dekat dengan kekuasaan.
“Kalau ini terus dibiarkan, kontraktor kecil di Garut tidak akan pernah naik kelas. Padahal mereka yang paling paham kebutuhan masyarakat di bawah,” ujarnya.
Ia mendesak Inspektorat, Kejaksaan, dan KPK memeriksa ulang proses PBJ di Pemkab Garut. Transparansi data proyek, lanjutnya, adalah langkah awal mengembalikan kepercayaan publik.
“Sudah waktunya Pemkab Garut bersih-bersih. Jangan jadikan proyek rakyat sebagai bancakan politik,” kata Miraj menutup pernyataannya. [JB]