Site icon JABARBICARA.COM

Muhamad Miraj Kritik Keras Pemkab Garut: “Pengadaan Barang dan Jasa Sudah Jadi Lahan Monopoli, Asosiasi Diam Seakan Tak Punya Nyali”

GARUT, JABARBICARA.COM – Kritik tajam datang dari kontraktor muda, Muhamad Miraj, terhadap Pemerintah Kabupaten Garut. Ia menuding sistem pengadaan barang dan jasa di daerah itu telah berubah menjadi ruang monopoli yang dikendalikan oleh segelintir pengusaha yang dekat dengan kekuasaan.

Dalam pandangannya, pengadaan yang seharusnya menjadi instrumen transparansi pembangunan kini justru menjadi alat konsolidasi ekonomi politik di tingkat lokal.

“Sudah bukan rahasia lagi, banyak proyek di Garut sudah diatur sejak sebelum lelang. Yang kuat koneksi, dia yang menang. Yang patuh aturan malah disingkirkan,” ujar Miraj dalam pernyataannya, Sabtu (12/10/2025).

Ia menyebut bahwa Unit Pelaksana Pengadaan Barang dan Jasa (UPPBJ) di Setda Garut, serta sejumlah PPK dan KPA di dinas-dinas strategis seperti PUPR, Perkim, Dinas Kesehatan, dan Dinas Pendidikan, telah gagal menjaga netralitas dan integritas proses pengadaan.

“Ada sistem yang dipelintir, ada tekanan dari atas, dan ada kontraktor yang diistimewakan. Ini sudah bukan soal administrasi, tapi soal keberanian pejabat publik menjaga marwah aturan,” katanya.

Menurut Miraj, praktik pengondisian proyek tidak hanya melanggar prinsip keadilan dalam Perpres Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, tetapi juga berpotensi melahirkan delik korupsi baru. Ia menilai bahwa sejumlah proyek bernilai besar di Garut sudah “beraroma masalah” karena tidak melalui mekanisme yang bersih.

“Kalau dibiarkan, efeknya bukan cuma soal kualitas pekerjaan yang buruk. BPK RI pasti akan temukan jejaknya. Dan itu bisa berujung pidana,” ujar Miraj dengan nada tegas.

Ia menyoroti pula sikap pasif asosiasi kontraktor yang menurutnya kehilangan fungsi dasar sebagai pelindung anggotanya.

“Asosiasi itu seharusnya benteng terakhir bagi kontraktor. Tapi yang terjadi sekarang, banyak asosiasi memilih diam, seolah takut kehilangan akses ke kekuasaan. Ini pengecut namanya,” kritiknya.

Miraj menilai, dunia konstruksi di Garut kini berada dalam titik krisis etika. Ketika asosiasi bungkam dan penguasa ikut bermain, maka kompetisi sehat dan profesionalisme hanya menjadi jargon kosong.

“Sistem tender sekarang tidak lagi bicara siapa yang punya kualitas, tapi siapa yang punya koneksi. Inilah penyakit yang sedang merusak wajah pembangunan daerah,” ungkapnya.

Ia mendorong agar masyarakat sipil, aparat pengawasan internal pemerintah, dan lembaga penegak hukum tidak tinggal diam.

“Kalau APIP dan Inspektorat masih bisa melihat, kalau Kejaksaan dan Polres masih punya nyali, ini saatnya bongkar pola monopoli proyek yang mencederai publik,” ujarnya.

Menutup pernyataannya, Miraj menegaskan bahwa perubahan hanya bisa terjadi jika semua pihak berani menolak praktik feodalisme birokrasi dalam pengadaan barang dan jasa.

“Garut tidak akan maju kalau proyek publik dijadikan alat politik kekuasaan. Asosiasi harus bicara, pejabat harus berani netral, dan hukum harus turun tangan,” pungkasnya. [JB]

Exit mobile version