JAKARTA, JABARBICARA.COM — Kamis 13 November 2025 — Lembaga hak asasi manusia Imparsial mengkritik keras keterlibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam operasi penertiban tambang ilegal di Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Operasi yang digelar Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) pada 8 November 2025 itu dipimpin langsung oleh Mayjen TNI Febriel Buyung Sikumbang dari Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad).
Dalam operasi tersebut, Satgas dilaporkan menyita 12 unit excavator, dua bulldozer, dan sejumlah peralatan tambang lainnya. Penertiban dilakukan di kawasan tambang seluas lebih dari 315 hektare di Desa Lubuk Lingkuk dan Desa Lubuk Besar. Menurut Imparsial, keterlibatan TNI dalam operasi itu merupakan bentuk penyimpangan serius dari fungsi dasar militer sebagai alat pertahanan negara.
“Pelibatan TNI dalam penertiban tambang ilegal menunjukkan kecenderungan kembalinya militer ke fungsi-fungsi nonpertahanan, terutama dalam ranah penegakan hukum dan administrasi pemerintahan sipil,” tulis Imparsial dalam siaran pers bernomor 038/Siaran-Pers/IMP/XI/2025. Lembaga tersebut menilai praktik ini berpotensi mengancam demokrasi dan negara hukum.
Imparsial menyoroti Pasal 11 ayat (2) huruf c Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan yang menugaskan Satgas PKH untuk melaksanakan fungsi penegakan hukum. Karena itu, keterlibatan perwira aktif TNI dalam Satgas tersebut dinilai telah melampaui kewenangan institusi militer. “Penegakan hukum sepenuhnya merupakan domain aparat sipil seperti Polri, Kejaksaan, dan Kementerian Kehutanan,” tegas Imparsial.
Lembaga ini juga menegaskan bahwa tugas pokok TNI sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI, dan melindungi bangsa dari ancaman eksternal. Meskipun UU TNI memperbolehkan pelibatan militer dalam urusan sipil, sifatnya hanya membantu, bukan mengambil alih kewenangan lembaga sipil.
Menurut Imparsial, tindakan penyitaan dan penertiban oleh TNI dalam operasi tambang tidak sah secara hukum dan berpotensi menimbulkan sengketa hukum di masa depan. Lembaga ini juga menyoroti belum adanya mekanisme kontrol publik terhadap tindakan TNI karena sistem peradilan militer dinilai belum menyediakan mekanisme komplain yang efektif bagi warga sipil seperti halnya Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Atas dasar itu, Imparsial mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk segera menarik keterlibatan TNI dari Satgas PKH dan memastikan seluruh operasi penertiban tambang ilegal dilaksanakan oleh aparat penegak hukum sipil. Lembaga ini juga meminta DPR RI melakukan pengawasan ketat terhadap potensi penyalahgunaan fungsi militer dalam ranah sipil serta memastikan reformasi TNI berjalan sesuai prinsip demokrasi dan supremasi sipil.
Selain itu, Imparsial mendorong Panglima TNI untuk mengevaluasi dan menegakkan disiplin terhadap perwira aktif yang terlibat dalam operasi penegakan hukum tersebut. Lembaga ini juga menyerukan agar pemerintah bersama DPR segera mereformasi sistem peradilan militer melalui revisi Undang-Undang Peradilan Militer agar lebih akuntabel dan sesuai dengan prinsip negara hukum. [JB]

