Site icon JABARBICARA.COM

Walk Out Fraksi PDI-P DPRD Jabar: Advokat Dadan Nugraha Analisis Kewajiban Hukum Pelibatan Legislatif dalam Kebijakan Gubernur

BANDUNG, JABARBICARA.COM – Sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat diwarnai aksi walk out oleh Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Tindakan tersebut merupakan respons atas kebijakan Gubernur Jawa Barat yang dinilai tidak menghormati lembaga legislatif dengan mengabaikan pelibatan DPRD dalam proses pembentukan kebijakan daerah.

Menanggapi insiden tersebut, Dadan Nugraha, seorang advokat, konsultan hukum, dan pemerhati kebijakan publik, memberikan analisis hukum yang mendalam. Menurut Nugraha, isu utama yang mengemuka dalam konteks ini menyangkut beberapa aspek krusial dalam tata kelola pemerintahan daerah.

“Identifikasi isu hukum yang mendasar meliputi kewajiban konstitusional dan legal Gubernur untuk melibatkan DPRD dalam formulasi kebijakan, hak serta kewajiban DPRD dalam menjalankan fungsi pengawasan dan partisipasi, legitimasi dan konsekuensi yuridis dari tindakan walk out, serta bagaimana dinamika ini mencerminkan prinsip keseimbangan kekuasaan (checks and balances) dan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance),” ujar Dadan Nugraha kepada awak media di Bandung, Jumat (16/05/2025).

Lebih lanjut, Dadan Nugraha menguraikan analisis hukumnya dengan merujuk pada kerangka regulasi yang relevan. “Rujukan utama kita adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, berikut perubahan-perubahannya, yang secara eksplisit mengatur relasi antara kepala daerah dan DPRD, termasuk imperatif konsultasi dan persetujuan DPRD dalam isu-isu strategis dan pembentukan Peraturan Daerah. Selain itu, Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat terkait tata tertib DPRD dan mekanisme pembentukan kebijakan di tingkat provinsi, serta Peraturan Menteri Dalam Negeri yang relevan, menjadi landasan analisis ini,” jelasnya.

Dalam konteks kewajiban melibatkan DPRD, Dadan Nugraha menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 beserta peraturan turunannya mengamanatkan persetujuan bersama antara kepala daerah dan DPRD, terutama dalam pembentukan Perda. “Bahkan untuk kebijakan strategis yang tidak berwujud Perda, prinsip konsultasi dan pelibatan DPRD merupakan suatu keniscayaan untuk memastikan legitimasi dan dukungan politik yang kuat,” katanya. Jika kebijakan yang dipersoalkan Fraksi PDI-P termasuk dalam kategori ini, maka tindakan Gubernur yang tidak melibatkan DPRD dapat dikategorikan sebagai potensi pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan dan prinsip good governance.

Mengenai hak dan kewajiban DPRD, Dadan Nugraha menjelaskan bahwa lembaga legislatif memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. “Fungsi pengawasan ini memberikan hak kepada DPRD untuk meminta klarifikasi kepada kepala daerah terkait implementasi kebijakan. Lebih dari itu, DPRD memiliki hak konstitusional untuk menyalurkan aspirasi masyarakat dan berpartisipasi aktif dalam siklus pembentukan kebijakan,” tuturnya. Aksi walk out Fraksi PDI-P, dalam perspektif ini, dapat diinterpretasikan sebagai manifestasi ketidakpuasan dan implementasi hak pengawasan terhadap tindakan eksekutif yang dianggap merendahkan marwah lembaga legislatif. Namun, efektivitas walk out sebagai mekanisme penyampaian ketidaksetujuan yang paling optimal perlu dievaluasi lebih lanjut.

Terkait legitimasi dan konsekuensi tindakan walk out, Dadan Nugraha menyoroti pentingnya merujuk pada tata tertib DPRD Provinsi Jawa Barat. “Tata tertib DPRD kemungkinan besar mengatur mekanisme penyampaian pendapat atau dissenting opinion dalam forum paripurna. Meskipun walk out merupakan taktik politik yang lazim, legitimasi dan implikasi yuridisnya dalam konteks hukum tata negara perlu dianalisis secara cermat,” paparnya.

Dari sudut pandang legitimasi, walk out adalah penggunaan hak anggota DPRD untuk mengekspresikan pandangan dan ketidaksepakatan secara politis. Namun, dampaknya terhadap proses pengambilan keputusan dalam sidang paripurna patut dipertanyakan. Dari sisi konsekuensi, tata tertib DPRD dapat memuat sanksi atau implikasi bagi anggota atau fraksi yang melakukan walk out, terutama jika tindakan tersebut mengganggu kelancaran sidang atau menghambat pengambilan keputusan yang sah. Selain itu, implikasi politis dari walk out juga perlu dipertimbangkan secara matang.

Lebih lanjut, Dadan Nugraha menekankan pentingnya prinsip keseimbangan kekuasaan dan tata kelola pemerintahan yang baik. “Prinsip checks and balances menggarisbawahi perlunya mekanisme saling kontrol dan pengawasan antar lembaga negara. Keterlibatan aktif DPRD dalam pembentukan kebijakan adalah manifestasi prinsip ini di tingkat daerah. Tindakan Gubernur yang mengabaikan DPRD berpotensi dianggap sebagai upaya menghindari pengawasan dan kontrol legislatif,” tegasnya. Tata kelola pemerintahan yang baik mensyaratkan partisipasi inklusif dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk DPRD, dalam proses pengambilan keputusan. Kebijakan yang dihasilkan tanpa melibatkan DPRD berisiko kehilangan legitimasi, kurang responsif terhadap kebutuhan masyarakat, dan menghadapi kendala dalam implementasinya.

Mengakhiri analisisnya, Dadan Nugraha menyampaikan beberapa rekomendasi konstruktif. “DPRD Provinsi Jawa Barat perlu melakukan evaluasi komprehensif terhadap kebijakan-kebijakan Gubernur yang diduga tidak melibatkan lembaga legislatif. Dialog dan komunikasi yang efektif antara Fraksi PDI-P dan Gubernur perlu segera dibangun untuk mencari solusi terbaik bagi kepentingan masyarakat Jawa Barat. Penguatan mekanisme konsultasi dan pelibatan DPRD dalam pembentukan kebijakan daerah harus menjadi prioritas. Pimpinan DPRD perlu menelaah tindakan walk out berdasarkan tata tertib dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga ketertiban dan efektivitas sidang. Terakhir, Gubernur Jawa Barat perlu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam setiap tahapan pembentukan dan pelaksanaan kebijakan daerah, dengan melibatkan DPRD secara proaktif,” pungkasnya.

Analisis hukum ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai dinamika hubungan antara eksekutif dan legislatif di Provinsi Jawa Barat serta implikasi hukum dari tindakan walk out dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan daerah yang baik. [Jb]

Exit mobile version