Site icon JABARBICARA.COM

Dadan Nugraha: Evaluasi Kritis Non-Aktifasi BPJS di Garut – Urgensi Reformasi Kebijakan dan Implementasi Hak Konstitusional Masyarakat

GARUT, JABARBICARA.COM – Kebijakan mendadak penonaktifan kartu BPJS Kesehatan, baik JKN KIS maupun PBI, bagi warga miskin di Kabupaten Garut menuai sorotan tajam dari berbagai pihak. Fenomena ini, yang menimbulkan keresahan luas di masyarakat, dinilai berpotensi besar melanggar hak fundamental warga untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

Menanggapi situasi ini, Dadan Nugraha, seorang advokat, konsultan hukum, dan pemerhati kebijakan publik, angkat bicara. Ia menegaskan bahwa masyarakat memiliki langkah-langkah hukum yang bisa ditempuh untuk menghadapi kebijakan pemerintah yang merugikan, apalagi jika kebijakan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Prioritaskan Jalur Non-Litigasi untuk Solusi Cepat

Menurut Dadan Nugraha, langkah awal yang paling direkomendasikan adalah melalui jalur non-litigasi atau di luar pengadilan. “Langkah ini seringkali lebih cepat dan efisien dalam menemukan solusi,” ujarnya.

Ia merinci beberapa opsi yang bisa diambil masyarakat:

* Pengaduan Langsung ke Instansi Terkait:

Masyarakat diimbau untuk segera melaporkan keluhan ke kantor BPJS Kesehatan terdekat, baik secara langsung maupun melalui kanal pengaduan resmi seperti pusat informasi 165, media sosial resmi, atau aplikasi Mobile JKN. Selain itu, pengaduan juga bisa disampaikan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Garut, yang memiliki kewenangan dalam mengawasi kebijakan kesehatan daerah. Jika tidak ada respons memadai, keluhan dapat diteruskan ke Pemerintah Daerah (Bupati Garut) atau bahkan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. “Penting untuk menjelaskan kronologi penonaktifan kartu dan dampak yang dialami secara rinci,” tambah Dadan.

* Melapor ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI):

Jika pelayanan BPJS Kesehatan atau pemerintah daerah dianggap tidak sesuai standar dan merugikan, masyarakat dapat melaporkannya ke ORI. Sebagai lembaga pengawas pelayanan publik, ORI akan melakukan investigasi dan mengeluarkan rekomendasi penyelesaian.

* Menggandeng DPRD Garut:

Masyarakat juga disarankan untuk menyampaikan aspirasi atau aduan kepada anggota DPRD Kabupaten Garut. “DPRD memiliki fungsi pengawasan terhadap jalannya pemerintahan daerah dan bisa memanggil pihak terkait untuk dimintai pertanggungjawaban,” jelas Dadan.

* Melibatkan LSM atau Organisasi Bantuan Hukum:

Banyak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau organisasi bantuan hukum yang fokus pada isu hak asasi manusia atau hak kesehatan. Mereka bisa memberikan pendampingan, advokasi, dan membantu mengorganisir masyarakat untuk menuntut hak-haknya, seperti yang telah dilakukan oleh IWO-I Garut.

Jalur Litigasi sebagai Opsi Terakhir Jika Non-Litigasi Buntu, Dadan Nugraha menekankan bahwa jalur litigasi (melalui pengadilan) menjadi pilihan jika langkah non-litigasi tidak efektif atau tidak ada tanggapan yang memadai dari pemerintah.

* Gugatan Tata Usaha Negara (TUN):

Jika penonaktifan kartu BPJS didasari oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) dari pejabat atau badan tata usaha negara (misalnya, keputusan dinas sosial), maka masyarakat bisa mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). “Gugatan ini bertujuan untuk membatalkan atau menyatakan tidak sah keputusan tersebut karena dianggap bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau asas-asas umum pemerintahan yang baik,” papar Dadan.

* Gugatan Perdata (Perbuatan Melawan Hukum):

Meskipun lebih jarang dalam kasus ini, jika penonaktifan kartu mengakibatkan kerugian materiil atau immateriil yang besar (misalnya, harus menanggung biaya pengobatan yang sangat tinggi), dan ada unsur kelalaian atau kesengajaan dari pihak pemerintah yang melanggar kewajibannya, gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) dapat diajukan ke Pengadilan Negeri. Namun, perlu pembuktian kuat tentang unsur kerugian, kesalahan, dan hubungan sebab akibat.

* Permohonan Uji Materi (Judicial Review):

Jika masalah penonaktifan ini berasal dari kebijakan dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi (seperti Peraturan Bupati atau bahkan Undang-Undang) yang dianggap bertentangan dengan konstitusi atau undang-undang yang lebih tinggi, bisa diajukan permohonan uji materi. “Uji materi terhadap peraturan di bawah Undang-Undang diajukan ke Mahkamah Agung, sementara uji materi terhadap Undang-Undang diajukan ke Mahkamah Konstitusi. Ini adalah langkah yang lebih kompleks dan biasanya dilakukan oleh organisasi masyarakat atau kelompok yang memiliki kedudukan hukum yang kuat,” jelas Dadan.

Kumpulkan Bukti dan Pahami Dasar Hukum

Dadan Nugraha juga memberikan poin penting yang harus diperhatikan masyarakat. “Kumpulkan semua bukti relevan, seperti kartu BPJS yang dinonaktifkan, surat keterangan dari Puskesmas/Rumah Sakit yang menyatakan kartu tidak aktif, serta bukti pengaduan sebelumnya jika ada,” tegasnya.

Selain itu, masyarakat harus memahami dasar hukum hak atas kesehatan dan kewajiban pemerintah, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945, UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, serta UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

“Koordinasi dengan sesama warga yang mengalami masalah serupa juga dapat memperkuat posisi tawar dan membentuk kelompok advokasi yang lebih efektif,” pungkas Dadan Nugraha. Ia berharap pemerintah Kabupaten Garut segera memberikan penjelasan detail dan solusi yang mudah dipahami oleh masyarakat, serta mengembalikan hak-hak kesehatan warga miskin yang telah dinonaktifkan secara sepihak. [JB]

Exit mobile version