Oleh: Dadan Nugraha — Advokat, Konsultan Hukum, dan Pemerhati Kebijakan Publik
Kerusakan jalan yang berlangsung bertahun-tahun di Kecamatan Banjarsariwangi, Singajaya, dan Peundeuy bukan lagi sekadar persoalan infrastruktur. Ini adalah sinyal kuat tentang gagalnya negara memenuhi mandat konstitusi, sekaligus indikasi lemahnya tata kelola pemerintahan daerah. Kondisi jalan rusak parah yang tidak kunjung diperbaiki telah membebani warga secara ekonomi, membahayakan keselamatan, dan menghalangi akses dasar masyarakat terhadap pendidikan, kesehatan, dan layanan publik.
Kewajiban Konstitusional yang Diabaikan
Konstitusi Indonesia memberikan mandat tegas bahwa negara wajib melindungi segenap bangsa dan memenuhi hak-hak warganya.
Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 menjamin hak atas pelayanan publik yang aman dan layak, sementara Pasal 34 ayat (3) memerintahkan negara menyediakan fasilitas pelayanan umum.
Ketika jalan berlubang, rusak berat, dan berbahaya dibiarkan bertahun-tahun tanpa perbaikan, maka negara—dalam hal ini Pemerintah Daerah—telah melanggar kehendak konstitusi.
Mahkamah Konstitusi melalui Putusan MK No. 50/PUU-VI/2008 bahkan menegaskan bahwa negara memiliki kewajiban aktif memastikan pelayanan publik minimal terpenuhi.
UU Jalan: Tanggung Jawab Pemerintah Bersifat Wajib, Bukan Pilihan
UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan (jo. UU 2/2022) menempatkan pemeliharaan jalan sebagai kewajiban mutlak pemerintah daerah.
Pasal 24: Pemda wajib memelihara jalan yang menjadi kewenangannya.
Pasal 25: Penyelenggara jalan bertanggung jawab atas keselamatan pengguna jalan.
Ketika kecelakaan, kerusakan kendaraan, hingga korban jiwa muncul akibat jalan rusak, maka unsur kelalaian penyelenggara jalan bisa dinilai terpenuhi.
Yurisprudensi penting Mahkamah Agung, seperti Putusan MA No. 1555 K/Pdt/2011, mempertegas bahwa pemerintah dapat digugat apabila kelalaiannya menyebabkan kerugian masyarakat akibat jalan rusak.
UU Pemerintahan Daerah: Urusan Wajib yang Justru Diabaikan
UU No. 23 Tahun 2014 secara jelas memasukkan infrastruktur jalan sebagai urusan wajib pelayanan dasar.
Namun, keluhan warga di tiga kecamatan tersebut terus berulang. Tidak adanya perbaikan signifikan menunjukkan:
- kegagalan perencanaan,
- kegagalan penganggaran,
- dan kegagalan pengawasan.
Situasi ini masuk kategori maladministrasi, sehingga dapat dilaporkan kepada Ombudsman RI.
Pelanggaran UU Pelayanan Publik: Standar Minimal Tidak Terpenuhi
UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik menegaskan bahwa setiap warga berhak atas pelayanan publik yang layak, aman, dan dapat dipertanggungjawabkan. Jalan rusak parah clearly tidak memenuhi standar pelayanan minimal yang diwajibkan UU.
Putusan MK No. 13/PUU-VII/2009 menegaskan bahwa pelayanan publik merupakan hak konstitusional, bukan sekadar kebijakan diskresi pemerintah.
Perencanaan Pembangunan Nasional: Ketidakselarasan Antara Rencana dan Anggaran
UU No. 25 Tahun 2004 mengharuskan sinkronisasi antara RPJMD, RKPD, dan anggaran daerah.
Tetapi bertahannya kerusakan jalan dari periode ke periode membuktikan:
- tidak konsisten antara rencana dan realisasi,
- adanya ketimpangan pembangunan,
- dan minimnya keberpihakan anggaran pada wilayah terpencil.
Banjarsariwangi, Singajaya, dan Peundeuy adalah contoh bagaimana daerah pinggiran sering menjadi korban ketidakmerataan pembangunan.
Potensi Gugatan Perdata: Pemerintah Bisa Digugat untuk Ganti Rugi
Berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata, warga berhak menggugat pemerintah apabila mengalami kerugian akibat kelalaian pemeliharaan jalan.
Kerugian yang dapat dituntut meliputi:
- kerusakan kendaraan,
- biaya kesehatan akibat kecelakaan,
- kerugian ekonomi,
- hingga kehilangan nyawa.
Beberapa dasar yurisprudensi MA yang relevan:
- MA No. 1794 K/Pdt/2004
- MA No. 1555 K/Pdt/2011
Gugatan dapat diajukan sebagai:
- gugatan perdata biasa,
- class action,
- atau citizen lawsuit.
Potensi Pidana: Kelalaian yang Mengakibatkan Korban
Kelalaian pemerintah yang menyebabkan jatuhnya korban dapat dikenai ketentuan pidana:
- Pasal 359 KUHP – mengakibatkan mati karena kelalaian,
- Pasal 360 KUHP – mengakibatkan luka atau kecelakaan.
Jika terdapat unsur kesengajaan pembiaran, maka dapat diperluas ke kategori penyalahgunaan kewenangan dalam UU Tipikor.
Hak Warga untuk Mengambil Langkah Hukum
Warga memiliki banyak jalur hukum, antara lain:
- Ombudsman RI (maladministrasi),
- Inspektorat Daerah,
- Class action,
- Citizen lawsuit,
- PMH ke Pengadilan Negeri,
- Laporan pidana bila terjadi kecelakaan,
- Permohonan evaluasi ke Kementerian PUPR.
Kesimpulan: Infrastruktur Buruk adalah Bentuk Pengabaian Negara
Jalan adalah urat nadi ekonomi. Ketika infrastruktur dasar dibiarkan rusak, maka sesungguhnya yang rusak bukan hanya jalan—melainkan janji negara kepada rakyatnya. [JB]
Negara wajib hadir. Pemerintah Daerah wajib bertanggung jawab.
Dan warga memiliki hak penuh untuk menuntut perbaikan, transparansi, dan keadilan.

