GARUT, JABARBICARA.COM — Menyikapi pemberitaan dan desakan pencabutan SK Bupati Garut terkait penetapan Subjek Penerima Redistribusi Tanah Eks HGU PT Condong, salah satu penerima manfaat sekaligus Koordinator Penggarap Eks Condong, Suryana, menyampaikan klarifikasi resmi sekaligus ungkapan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan dalam proses panjang ini.
Menurut Suryana, penetapan Sertifikat Hak Milik (SHM) melalui program Reforma Agraria merupakan hasil perjuangan bertahun-tahun masyarakat penggarap di wilayah tersebut.
“Kami mengucapkan terima kasih kepada Tim GTRA Kabupaten Garut, kepada Bapak Bupati beserta jajaran, serta kepada Kepala Desa Tegalgede, Kecamatan Pakenjeng, yang telah berjuang mati-matian menjembatani dan menyelesaikan berbagai persoalan pertanahan di desa kami,” ujarnya.
Suryana menegaskan bahwa masyarakat penerima manfaat pada prinsipnya menyambut baik terbitnya SK Bupati karena memberikan kepastian hukum atas lahan yang selama ini digarap atau diharapkan menjadi sumber kehidupan jangka panjang keluarga mereka.
Tanggapan dari Pihak Penerima Manfaat
1. Landasan Hukum dan Proses Seleksi
Pihak penerima manfaat menegaskan bahwa penetapan mereka sebagai Subjek Penerima Redistribusi Tanah dilakukan melalui prosedur resmi dan dapat dipertanggungjawabkan.
Kepastian Hukum: Redistribusi tanah ini merupakan bagian dari kebijakan Reforma Agraria yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Garut bersama BPN. Prosesnya melalui kajian teknis, verifikasi lapangan, serta Sidang Tim Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) hingga akhirnya diterbitkan SK Bupati.
Proses Transparan: Penilaian dan penetapan subjek dilakukan oleh panitia tingkat desa hingga kabupaten secara transparan, mengacu pada UUPA, Peraturan Presiden tentang Reforma Agraria, dan ketentuan teknis lainnya. “Kami adalah penerima manfaat yang sah menurut hukum,” tegas Suryana.
2. Memperjuangkan Kesejahteraan yang Tepat Sasaran
Pemerataan Akses: Penerima manfaat menyampaikan bahwa redistribusi tanah bertujuan memastikan akses lahan yang lebih merata kepada masyarakat yang benar-benar memenuhi kriteria: warga miskin, petani gurem, dan mereka yang membutuhkan lahan untuk keberlangsungan hidup.
Akses Permodalan dan Produktivitas: Dengan sertifikat resmi, masyarakat akhirnya dapat mengakses permodalan perbankan, bantuan teknis pertanian, serta dukungan pemberdayaan yang selama ini sulit diperoleh karena status tanah belum jelas. “Kami ingin memaksimalkan produksi, bukan sekadar menggarap tanpa kepastian,” tambahnya.
3. Merespons Kelompok yang Keberatan
Fokus pada Keabsahan: Para penerima manfaat menghormati pihak-pihak yang menyampaikan keberatan. Namun demikian, mereka meminta seluruh pihak berpegang pada data, fakta lapangan, serta ketentuan hukum yang menjadi dasar penerbitan SK Bupati.
“Jika ada yang merasa lebih berhak, silakan tempuh jalur hukum atau musyawarah yang sudah disediakan pemerintah, bukan dengan menuntut pencabutan total SK,” ujar Suryana.
Menolak Intervensi Politik: Masyarakat berharap persoalan ini tidak dipolitisasi. “Jangan seret masalah pertanahan ini ke ranah politik. Kami sudah menunggu kepastian ini bertahun-tahun. Biarkan kami menikmati hasil perjuangan panjang ini,” ungkapnya.
Penutup dari Narasumber
“Redistribusi tanah adalah anugerah negara untuk rakyat. Kami sebagai penerima manfaat hanya ingin segera mengelola lahan ini dengan tenang demi meningkatkan taraf hidup keluarga kami, sesuai dengan tujuan utama Reforma Agraria.”
Suryana menegaskan bahwa masyarakat penerima manfaat tetap membuka diri untuk dialog, namun meminta semua pihak menghormati proses hukum yang telah dijalankan secara transparan dan resmi oleh pemerintah. [JB]

