Site icon JABARBICARA.COM

KRAK Nilai LRA Garut 2023 Sarat Kejanggalan: Indikasi Penyimpangan Anggaran dan Proyek Infrastruktur Mangkrak

GARUT, JABARBICARA.COM – Komite Rakyat Anti Korupsi (KRAK) merilis laporan kritis terkait Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Pemerintah Kabupaten Garut Tahun 2023, yang dinilai menyimpan sejumlah kejanggalan serius dalam pengelolaan belanja daerah. Organisasi antikorupsi itu menilai terdapat indikasi penyimpangan anggaran, lemahnya kinerja birokrasi, hingga potensi tindak pidana korupsi khususnya pada belanja modal infrastruktur.

Dalam siaran pers resminya, KRAK menyatakan bahwa LRA 2023 harus menjadi perhatian nasional, karena pola penyimpangan yang ditemukan berpotensi berulang pada anggaran 2024 dan 2025.

Gagal Kelola Belanja Wajib dan Dana Darurat

KRAK menyoroti sejumlah pos anggaran yang dinilai tidak wajar dalam realisasi 2023:

1. Belanja Pegawai Tidak Terserap

Beberapa perangkat daerah mencatat realisasi belanja pegawai di bawah standar, antara lain:
Kecamatan Singajaya: 81,47%
Dinas Pendidikan: 91,07%

Menurut KRAK, rendahnya serapan pada pos paling dasar dalam keuangan daerah menunjukkan:

“Belanja pegawai semestinya menjadi komponen yang paling mudah diprediksi. Serapan rendah adalah bukti ketidakmampuan birokrasi dalam mengelola struktur anggaran paling mendasar,” tulis KRAK.

2. Dana BTT Mengendap 80% Lebih

Belanja Tidak Terduga (BTT) hanya terealisasi 20,41% dari total hampir Rp 29 miliar.

KRAK menyebut dana mengendap ini menunjukkan ketidakmampuan Pemerintah Kabupaten Garut mengantisipasi kebutuhan darurat, padahal BTT merupakan instrumen penting bagi respons cepat terhadap kondisi sosial dan bencana.

Proyek Infrastruktur Dipertanyakan: Jembatan Pakenjeng Jadi Contoh

KRAK memberi perhatian khusus pada realisasi Belanja Modal Dinas PUPR yang mencapai 99,44%.

Namun temuan di lapangan menunjukkan ketidaksesuaian. Salah satu proyek yang disorot ialah pembangunan Jembatan penghubung Desa Tegalgede–Tanjungjaya di Kecamatan Pakenjeng, yang dipertanyakan keberadaannya oleh masyarakat.

Warga menilai proyek tersebut:

“Rasio serapan hampir sempurna pada belanja modal tidak sebanding dengan temuan fisik di lapangan. Kasus Jembatan Pakenjeng perlu dijadikan sampel audit mendalam untuk memastikan tidak terjadi proyek fiktif atau mark-up,” ungkap KRAK.

Menurut organisasi tersebut, pola pencairan massal menjelang akhir tahun anggaran adalah modus yang kerap ditemukan dalam perkara tipikor infrastruktur di berbagai daerah di Indonesia.

Ketimpangan Serapan: Hibah Nyaris 100%, Industri Rendah

KRAK juga mengungkap pola tidak wajar dalam perbandingan serapan anggaran antar sektor:

Menurut KRAK, sektor hibah dan bansos termasuk kategori high risk, karena berpotensi disalahgunakan untuk kepentingan politik, kelompok tertentu, atau kegiatan yang tidak memiliki dampak nyata.

Audit LRA 2024–2025 Diminta Diawasi Pusat

Temuan LRA 2023 disebut sebagai early warning bagi pemerintah pusat, khususnya APIP, BPK, dan KPK, untuk menaruh perhatian lebih pada operasional keuangan Pemerintah Kabupaten Garut.

“Kami menduga terdapat pola sistemik dalam tata kelola anggaran daerah. Jika tidak diaudit secara menyeluruh, praktik ini dapat berlanjut dalam LRA 2024 dan 2025,” tegas KRAK.

Tiga Tuntutan KRAK

KRAK secara resmi mengajukan tiga tuntutan utama:

  1. Aparat penegak hukum diminta melakukan audit investigatif terhadap Belanja Modal PUPR, dengan Jembatan Pakenjeng sebagai sampel awal.
  2. Bupati Garut diminta menjelaskan alasan serapan rendah pada Belanja Pegawai serta buruknya penyerapan BTT.
  3. Transparansi penuh terhadap LRA 2024/2025, khususnya rincian proyek infrastruktur dan hibah, untuk memastikan tidak ada celah penyimpangan.

Komite Rakyat Anti Korupsi (KRAK). [JB]

Exit mobile version