Site icon JABARBICARA.COM

Kompolnas Apresiasi Penanganan Kasus Oleh Polda Jateng, Dorong Proses Hukum Berlanjut

JAKARTA, JABARBICARA.COM — Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) yang digelar 3 Desember 2025 memutuskan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) terhadap AKBP Basuki, akibat pelanggaran berat kode etik, yakni tinggal bersama wanita tanpa ikatan perkawinan yang sah. Putusan ini mencerminkan komitmen institusi untuk memberikan sanksi tegas bagi oknum yang perilakunya mencoreng nama baik Polri.

Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Gufron Mabruri mengapresiasi langkah Polda Jawa Tengah (Polda Jateng) dalam menindaklanjuti kasus kematian dosen Untag Semarang, yang menyeret seorang perwira menengah sebagai saksi kunci. Proses penyelidikan, penempatan khusus, hingga penyelenggaraan sidang etik dilakukan dengan tempo yang pantas sebuah upaya penting untuk menjunjung tinggi transparansi dan akuntabilitas institusi.

Kompolnas menilai keputusan PTDH sebagai langkah yang tepat dan proporsional. Mengingat betapa seriusnya dugaan pelanggaran tidak hanya menyangkut kode etik dan moralitas, tetapi juga kepercayaan publik terhadap penegak hukum, tindakan tegas sangat dibutuhkan untuk memulihkan kredibilitas.

“Namun demikian, apresiasi tidak serta-merta berarti kasus ini sudah selesai. Kompolnas mendesak agar proses hukum tetap berlanjut dalam ranah pidana yang tengah ditangani oleh Direktorat Reserse Umum Polda Jawa Tengah (Ditreskrimum). Dugaan unsur pidana dalam kematian dosen Untag harus diselidiki dengan seksama, dan penyidikan jangan berhenti hanya pada sanksi etik.” ucap Gufron, Kamis (4/12/2025).

Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Artanto menjelaskan penyidik masih melakukan pendalaman dan analisis berdasarkan bukti-bukti yang ada. Apakah memenuhi unsur pidana atau tidak, nanti akan terlihat dari hasil pemeriksaan,” jelas Artanto.

Saat ditanya soal kemungkinan penerapan pasal, Artanto menyebut penyidik sementara mengarah pada Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia. “Ancaman pidananya bisa lebih dari lima tahun,” tandasnya.

Kompolnas juga meminta agar seluruh hasil penyidikan termasuk autopsi, forensik, pemeriksaan saksi, dan barang bukti digital seperti rekaman CCTV diungkap secara transparan kepada publik. Hal ini penting agar masyarakat dapat melihat bahwa penegakan hukum dilakukan secara adil, tanpa tebang pilih, dan berdasarkan fakta.

Lebih jauh, Gufron menjelaskan kejadian ini seharusnya menjadi momentum introspeksi bagi institusi.

“Ketegasan dalam menangani oknum, bahkan perwira menengah, menunjukkan bahwa tak ada toleransi terhadap pelanggaran etik dan moralitas, meskipun pelakunya adalah bagian dari internal Polri. Itu penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat.” Tambah Gufron.

Kompolnas berharap proses lanjutan baik penyidikan pidana maupun evaluasi internal berjalan objektif dan konsisten. Jika terbukti unsur pidana, hukuman harus dijatuhkan sesuai hukum yang berlaku; jika tidak, masyarakat perlu mendapat penjelasan yang jelas.

Terakhir, dengan langkah tegas dan transparan oleh Polda Jateng, menjadi harapan agar kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian tetap terjaga dan bahwa integritas serta profesionalisme Polri tetap dijaga di seluruh jajaran. [JB]

Exit mobile version