Site icon JABARBICARA.COM

Tata Ruang Kabupaten Garut Berbasis Hukum, Kultural, Ekologi, Keselamatan Publik, Ekonomi Lokal, Hulu DAS Cimanuk, LP2B–LSD, dan Integrasi Kebijakan Daerah: Analisis dan Konsekuensi Hukumnya

Oleh: Dadan Nugraha, S.H
Pemerhati Hukum & Kebijakan Publik

Tata ruang adalah instrumen hukum strategis yang mengatur arah pembangunan wilayah. Kabupaten Garut, sebagai wilayah hulu DAS Cimanuk, kawasan pertanian penting, dan daerah rawan bencana, membutuhkan tata ruang yang lebih ketat, berbasis hukum, ekologis, budaya, keselamatan publik, potensi unggulan daerah, serta perlindungan LP2B–LSD. Artikel hukum ini menguraikan konsep tata ruang ideal Garut dan menyajikan konsekuensi hukum bagi Pemerintah Daerah apabila lalai atau menyimpang dari kewajiban penataan ruang.

I. Pendahuluan

Garut merupakan wilayah dengan kompleksitas geografis dan ekologis tinggi: berada di hulu DAS Cimanuk, memiliki gunung berapi aktif, lahan pertanian strategis, pesisir selatan rawan tsunami, serta kawasan adat yang masih hidup. Dengan demikian, tata ruang Garut harus disusun dengan sensitivitas ekologis, kultural, ekonomi, dan hukum yang integratif.

Pelanggaran tata ruang bukan hanya kesalahan administratif—tetapi dapat berujung konsekuensi pidana, perdata, maupun pembatalan kebijakan daerah.

II. Tata Ruang Berbasis Hukum

Landasan penting tata ruang Garut meliputi:

  1. UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3)
  2. UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
  3. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup
  4. UU No. 41 Tahun 2009 jo. UU No. 11 Tahun 2020 tentang LP2B
  5. PP No. 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Sawah
  6. PP No. 38 Tahun 2011 tentang Sungai
  7. PP No. 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
  8. Perda RTRW Provinsi Jawa Barat
  9. Perda RTRW Kabupaten Garut

Pemerintah Daerah berkewajiban menyusun dan melaksanakan RTRW dan RDTR sebagai lex specialis tata ruang daerah.

Konsekuensi hukum jika Pemda tidak taat hukum:

III. Identitas Kultural Masyarakat Garut dalam Tata Ruang

Garut memiliki kampung adat dan warisan budaya yang wajib diproteksi.

Kebijakan tata ruang harus mengakui:

Konsekuensi hukum jika diabaikan:

IV. Tunduk pada Batasan Ekologi Natural

Topografi Garut penuh risiko ekologis:
Gunung Guntur, Papandayan, patahan aktif, lereng curam, lahan kritis, serta pesisir selatan rawan tsunami.

Tata ruang wajib menetapkan zona:

Konsekuensi hukum jika dilanggar:

V. Keselamatan Publik sebagai Asas Tertinggi

Tata ruang harus menjadi alat perlindungan jiwa masyarakat Garut.

Kewajiban Pemda meliputi:

Konsekuensi hukum jika lalai:

VI. Pengembangan Ekonomi Berbasis Potensi Unggulan Garut

Tata ruang harus menjadi alat pengembangan ekonomi lokal melalui:

  1. Hortikultura
  2. Perkebunan
  3. Kehutanan sosial
  4. UMKM dan industri kecil
  5. Wisata alam & budaya
  6. Ekonomi pesisir dan perikanan

Konsekuensi hukum jika Pemda tidak menyediakan kepastian ruang:

VII. Penataan Hulu DAS Cimanuk

Hulu DAS Cimanuk berpusat di Garut (Cikuray, Papandayan, hingga Cimanuk Hulu).
Hulu DAS adalah area penentu tata air seluruh Jawa Barat bagian timur.

Pemda berkewajiban:

  1. Menjaga tutupan vegetasi minimal 30%
  2. Melindungi zona hulu dari alih fungsi masif
  3. Menetapkan buffer zone konservasi
  4. Mengendalikan pembangunan pada lereng curam
  5. Mengintegrasikan RTRW dengan Rencana Pengelolaan DAS Nasional

Gagal mengatur hulu DAS adalah penyebab utama banjir bandang seperti 2016.

Konsekuensi hukum bagi Pemda:

VIII. Integrasi LP2B dan LSD dalam Tata Ruang Kabupaten Garut

A. LP2B – Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

LP2B wajib dilindungi menurut UU No. 41/2009.
Garut sebagai daerah pertanian harus menetapkan:

Konsekuensi hukum Pemda jika melanggar LP2B:

B. LSD – Lahan Sawah Dilindungi

LSD adalah bagian dari LP2B yang memiliki ketentuan lebih ketat karena berbasis peta spasial nasional (Kementerian ATR/BPN).

Pemda Garut wajib:

Konsekuensi hukum LSD:

IX. Perlindungan Sempadan Sungai, Hutan, DAS, dan Geologi

RTRW Garut wajib menetapkan:

Konsekuensi hukum:

X. Integrasi Kebijakan Garut–Jawa Barat

Tata ruang Garut harus sinkron dengan:

Konsekuensi hukum jika tidak terintegrasi:

XI. Penutup

Tata ruang Kabupaten Garut harus dibangun berdasarkan tujuh elemen fundamental:

1. Landasan hukum
2. Identitas budaya masyarakat
3. Batasan natural ekologi
4. Keselamatan publik
5. Ekonomi unggulan daerah
6. Penataan hulu DAS Cimanuk serta perlindungan LP2B dan LSD
7. Integrasi dengan kebijakan Garut–Jawa Barat

Kegagalan dalam memenuhi elemen-elemen tersebut akan membawa konsekuensi hukum yang berat: administratif, perdata, pidana, hingga pembatalan kewenangan daerah.

Tata ruang bukan hanya peta, melainkan perjanjian hukum antar-generasi agar Garut tetap hidup, aman, produktif, dan lestari. [**]

Exit mobile version