Site icon JABARBICARA.COM

DPC GMNI GARUT Sikapi Persoalan Maraknya Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Dibawah Umur

GARUT, JABARBICARA.COM – Jum’at 11 April 2025, Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Garut menyatakan keprihatinan yang mendalam terhadap masih maraknya kasus kekerasan dan pelecehan seksual yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia, termasuk di Kabupaten Garut. Fenomena ini menegaskan bahwa persoalan kekerasan seksual bukan hanya terletak pada perilaku individu semata, tetapi mencerminkan kegagalan sistemik negara dalam memberikan perlindungan dan keadilan bagi korban.

Sarinah Aurely Rizki, selaku Wakil Ketua Bidang Kesarinahan DPC GMNI Garut, mengungkapkan bahwa hingga hari ini, korban kekerasan seksual masih mengalami berlapis-lapis ketidakadilan. Mereka tidak hanya menghadapi luka psikis dan trauma, tetapi juga hambatan struktural yang membuat mereka sulit untuk melapor, mendapatkan pendampingan, maupun menjalani proses hukum yang berpihak. Dalam banyak kasus, korban bahkan terpaksa bungkam karena dihadapkan pada tekanan sosial, rasa takut akan dikucilkan, dan minimnya dukungan dari institusi yang seharusnya hadir melindungi.

Kondisi ini diperparah dengan belum adanya sistem penanganan yang terpadu dan responsif di tingkat daerah. Di Kabupaten Garut sendiri, layanan pendampingan korban masih sangat terbatas. Rumah aman yang seharusnya menjadi tempat perlindungan darurat belum tersedia secara memadai, sementara akses terhadap layanan psikologis dan hukum juga belum bisa menjangkau semua lapisan masyarakat, terutama mereka yang tinggal di wilayah pelosok. Di sisi lain, edukasi mengenai kekerasan seksual masih sangat minim, baik di sekolah, lingkungan sosial, maupun lembaga keagamaan, sehingga stigma terhadap korban tetap mengakar kuat. Bahkan, penyelesaian secara kekeluargaan yang justru merugikan korban masih menjadi praktik umum.

DPC GMNI Garut juga menyoroti lambannya penanganan kasus oleh aparat penegak hukum. Banyak laporan yang berhenti di meja kepolisian tanpa kejelasan tindak lanjut. Tak jarang, korban justru mengalami reviktimisasi, yakni diperlakukan seolah-olah merekalah yang bersalah. Padahal, negara seharusnya hadir memberi rasa aman, bukan menjadi sumber ketakutan baru bagi korban yang mencari perlindungan.

Dalam kondisi seperti ini, pemerintah daerah, khususnya Bupati Garut, Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBPPPA) Kabupaten Garut, serta pihak kepolisian dan lembaga terkait lainnya, harus segera mengambil langkah konkret. Tidak cukup hanya dengan slogan atau kegiatan seremonial, tetapi dibutuhkan kebijakan yang benar-benar berpihak, membangun sistem perlindungan yang dapat diakses siapa saja, dan memastikan bahwa korban tidak sendirian menghadapi penderitaan mereka.

DPC GMNI Garut percaya bahwa penanganan kekerasan seksual harus dimulai dari keberpihakan yang jelas kepada korban. Dibutuhkan kerja sama lintas sektor—pemerintah, institusi pendidikan, tokoh agama, media, dan masyarakat luas—untuk membangun ruang aman, memperkuat edukasi, serta menumbuhkan empati dan solidaritas terhadap korban. Tidak ada tempat bagi kekerasan seksual di masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.

“Kami akan terus bersuara. Kami akan terus mengawal isu ini. Karena keberpihakan pada korban bukan hanya tanggung jawab moral, tapi merupakan bagian dari perjuangan ideologis kami untuk menegakkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat,” tegas Aurely.

Ke depan, DPC GMNI Garut melalui Bidang Kesarinahan akan terus terlibat aktif dalam advokasi isu kekerasan seksual, membangun jaringan solidaritas, serta mendorong hadirnya kebijakan yang melindungi Setiap Korban dengan berperan aktif dengan Meyelenggarakan FGD Mengenai Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual yang akan dilakukan oleh DPC GMNI Garut. Perjuangan ini tidak akan berhenti sampai korban mendapat keadilan yang layak mereka terima. [*]

Exit mobile version