GARUT, JABARBICARA.COM – Pernyataan Komisi IV DPRD Kabupaten Garut mengenai temuan indikasi permasalahan dalam pengelolaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) menjadi sorotan dalam diskursus literasi hukum. Advokat dan Pemerhati Kebijakan Publik, Dadan Nugraha, S.H.., memberikan analisis yuridis yang mendalam terhadap pernyataan tersebut, mengedepankan pemahaman dan penerapan prinsip-prinsip hukum yang berlaku.
Sebelumnya, Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Garut, Asep Rahmat, S.Pd., menyampaikan kekecewaannya atas rendahnya tingkat partisipasi peserta didik PKBM dalam Ujian Nasional Pendidikan Kesetaraan (UNPK). Beliau juga mengindikasikan adanya potensi pelanggaran hukum dan praktik yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, mengingat alokasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Kesetaraan yang signifikan.
Dalam menanggapi hal ini, Dadan Nugraha menekankan pentingnya literasi hukum bagi seluruh pihak, termasuk lembaga legislatif, dalam menyampaikan pernyataan yang memiliki implikasi hukum. “Dalam kerangka negara hukum (rechtsstaat), setiap pernyataan yang berpotensi menimbulkan konsekuensi hukum harus didasarkan pada pemahaman yang benar terhadap asas-asas hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Dadan Nugraha.
Beliau secara khusus menyoroti asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) yang dijamin oleh hukum. “Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman secara eksplisit menyatakan bahwa setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Oleh karena itu, pernyataan yang bersifat menuduh dan mendahului proses hukum adalah tidak sejalan dengan prinsip ini,” jelasnya.
Lebih lanjut, Dadan Nugraha mengedukasi mengenai batas kewenangan lembaga negara. “DPRD memiliki fungsi pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah. Namun, kewenangan untuk menentukan adanya pelanggaran hukum dan menjatuhkan sanksi berada pada ranah aparat penegak hukum dan lembaga peradilan, sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam hukum acara pidana, perdata, maupun hukum administrasi negara,” terangnya.
Dalam konteks dugaan penyimpangan dana BOS, Dadan Nugraha menjelaskan implikasi hukumnya dapat berupa tindak pidana korupsi, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. “Untuk membuktikan adanya tindak pidana korupsi, diperlukan proses hukum yang komprehensif, termasuk pengumpulan alat bukti yang sah dan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,” tegasnya.
Dari perspektif hukum administrasi negara, Dadan Nugraha menekankan pentingnya asas legalitas dan asas kepastian hukum dalam pengelolaan pendidikan. “Jika ditemukan ketidaksesuaian dalam penyelenggaraan PKBM, tindakan administratif seperti teguran, pembinaan, atau bahkan pencabutan izin operasional dapat diambil berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang pendidikan, setelah melalui proses pemeriksaan dan pembuktian yang sesuai,” paparnya.
Dadan Nugraha juga menyoroti pentingnya kehati-hatian dalam menyampaikan informasi kepada publik. “Pernyataan yang tidak didasarkan pada data dan fakta yang akurat serta pemahaman hukum yang benar dapat menimbulkan disinformasi dan merugikan pihak-pihak terkait. Literasi hukum yang baik mengharuskan adanya verifikasi informasi dan penyampaian yang bertanggung jawab,” imbuhnya.
Meskipun demikian, Dadan Nugraha mengapresiasi langkah DPRD untuk membentuk tim kerja gabungan. Beliau berharap tim ini dapat bekerja dengan menjunjung tinggi prinsip objektivitas dan kepatuhan terhadap hukum (rule of law) dalam mengumpulkan informasi dan memberikan rekomendasi. “Tujuan akhir dari pengawasan adalah perbaikan sistem dan peningkatan kualitas pendidikan. Prosesnya harus dilakukan secara transparan, akuntabel, dan sesuai dengan koridor hukum yang berlaku,” pungkasnya. Berita ini diharapkan dapat meningkatkan literasi hukum di kalangan masyarakat dan pemangku kebijakan terkait isu yang sedang berkembang. [JB]