Hingga September 2025, Pengadilan Agama Garut Tangani 5.300 Perkara Perceraian

Daerah, Garut28 Dilihat

GARUT, JABARBICARA.COM – Angka perceraian di Kabupaten Garut terus menunjukkan tren peningkatan. Berdasarkan data Pengadilan Agama (PA) Garut, hingga September 2025 tercatat lebih dari 5.300 perkara perceraian telah masuk, dengan sekitar 80 persen di antaranya merupakan gugatan yang diajukan oleh pihak istri.

“Dari total perkara yang masuk, sekitar 80 persen lebih merupakan gugatan cerai atau cerai gugat dari pihak istri. Sisanya merupakan cerai talak yang diajukan oleh pihak suami,” ujar Drs. Dimyati, SH., MH., Hakim Pengadilan Agama Garut saat ditemui Jabarbicara.com di ruang kerjanya, Jumat (3/10/2025).

Menurut data resmi PA Garut, rincian perkara perceraian tahun 2025 adalah sebagai berikut:

Cerai gugat: 4.353 perkara

Baca Juga:  KPU Garut Kembali Gelar Rakor Kampanye Terbuka, Budi Rahadian Tim Gab 02 Sampaikan Ini?

Cerai talak: 952 perkara

Adapun faktor utama penyebab perceraian di antaranya:

Perselisihan dan pertengkaran terus-menerus: 1.765 kasus

Masalah ekonomi (suami tidak bekerja, kebutuhan tidak terpenuhi): 2.750 kasus

Meninggalkan salah satu pihak: 123 kasus

“Kalau dilihat dari grafiknya, tren perceraian di Garut masih terus meningkat dari tahun ke tahun. Penyebab utamanya tetap didominasi faktor ekonomi dan konflik rumah tangga yang tidak terselesaikan,” jelas Dimyati.

Meski demikian, pihak PA Garut menegaskan tidak semua perkara berakhir dengan perceraian. Sebagian pasangan berhasil rukun kembali setelah melalui proses mediasi.

“Dalam setiap perkara perceraian kami selalu mengupayakan mediasi. Jika kedua belah pihak hadir, mediasi wajib dilaksanakan. Namun apabila tergugat tidak hadir, maka mediasi tidak bisa dilakukan,” terang Dimyati.

Baca Juga:  Pendidikan Politik Partai Gerindra, Dede Kusdinar Edukasi Kader Tentang Koperasi Merah Putih

Ia menambahkan, proses mediasi dilakukan oleh mediator internal maupun eksternal. Mediator internal berasal dari unsur hakim bersertifikat, sedangkan mediator eksternal adalah pihak luar yang telah terdaftar dan tersertifikasi di PA Garut.

“Melalui mediasi ini kami berharap ada penyelesaian damai tanpa harus bercerai, karena yang paling dirugikan biasanya adalah anak-anak,” tambahnya.

Selain perkara perceraian, PA Garut juga menangani kasus lain seperti waris dan hibah, meski jumlahnya relatif kecil. “Sekitar 90 persen perkara di PA Garut berkaitan dengan perceraian, sehingga bisa dikatakan dominasi perkara masih pada isu rumah tangga,” ujarnya.

Kondisi sosial ekonomi masyarakat Garut disebut turut memengaruhi tingginya angka perceraian. Faktor pengangguran, tekanan hidup, dan ketidakstabilan ekonomi rumah tangga menjadi pemicu utama.

Baca Juga:  Pelantikan PC IMM Garut 2025–2026, Pendidikan Jadi Sorotan Utama

“Banyak istri menggugat cerai karena suami tidak bekerja, menyebabkan pertengkaran yang berkepanjangan. Faktor ekonomi masih menjadi akar masalah terbesar,” pungkas Dimyati.

PA Garut sendiri terus berupaya menekan angka perceraian dengan langkah persuasif, bimbingan rohani, serta bekerja sama dengan instansi terkait seperti Kementerian Agama dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A). [JB]

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *