GARUT, JABARBICARA.COM – Banjir yang kembali merendam kawasan Cisurupan, Cikajang, hingga wilayah kota Garut memicu keprihatinan banyak pihak. Pemerhati hukum kebijakan publik, Dadan Nugraha, S.H., menilai sumber persoalan bukan semata curah hujan tinggi, melainkan kerusakan berat di kawasan Hulu DAS Papandayan dan Hulu DAS Cikajang.
Menurut Dadan, kondisi hulu sudah tidak mampu lagi menahan air hujan akibat menurunnya tutupan lahan, maraknya alih fungsi kawasan lindung, hingga aktivitas pertanian yang tidak mengikuti aturan tata ruang.
“Hulu Papandayan dan Cikajang sudah masuk kategori kritis. Pemerintah harus segera melakukan Audit Lingkungan dan Audit Tata Ruang yang menyeluruh,” ujar Dadan dalam keterangannya, Kamis (20/11/2025).
Kerusakan Hulu Diduga Langgar Aturan Kehutanan dan RTRW
Dadan menjelaskan bahwa kedua kawasan tersebut merupakan area yang ditetapkan sebagai kawasan lindung. Hal itu tertuang dalam berbagai aturan, mulai dari:
- UU No. 6 Tahun 2023 (Kehutanan),
- RTRW Provinsi Jawa Barat No. 2 Tahun 2021,
- RTRW Kabupaten Garut No. 6 tahun 2019, yang mewajibkan perlindungan ketat terhadap kawasan hulu DAS.
Namun kenyataan di lapangan menunjukkan adanya pembukaan lahan besar-besaran dan pembangunan yang tidak sesuai dengan peruntukan ruang.
“Jika kawasan lindung berubah menjadi kebun semusim, otomatis fungsi resapan hilang. Hujan sedikit saja langsung jadi banjir,” kata Dadan.
Sungai Dangkal dan Drainase Semrawut Perburuk Kondisi
Selain kerusakan hulu, sedimentasi di Sungai Cimanuk terus meningkat. Akibatnya, kapasitas sungai menurun dan air mudah meluap. Kondisi drainase perkotaan Garut juga tidak mampu menampung aliran air karena banyaknya saluran yang sempit dan tersumbat sampah.
Dadan menyebut hal tersebut adalah bukti lemahnya pengawasan dan penegakan aturan terkait pengelolaan sampah dan lingkungan hidup.
Audit Lingkungan dan Tata Ruang Dinilai Mendesak
Dadan menegaskan bahwa audit harus dilakukan oleh lembaga berwenang, seperti:
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Kehutanan Provinsi, Dinas PUTR, serta tim ahli independen.
Menurutnya, audit lingkungan dan tata ruang ini akan mengungkap:
- Status legal pemanfaatan lahan hulu,
- Kesesuaian pemanfaatan ruang dengan RTRW,
- Titik-titik kerusakan yang harus dipulihkan,
- Pihak yang diduga melanggar izin atau peraturan lingkungan.
Seruan Penegakan Hukum Tanpa Kompromi
Jika ditemukan pelanggaran, Dadan menilai pemerintah harus mengambil tindakan tegas berupa:
- pencabutan izin,
- penghentian kegiatan,
- sanksi administratif,
- hingga gugatan ganti rugi lingkungan.
“Regulasinya sudah ada. Tinggal keberanian untuk mengeksekusi,” ucapnya.
Pemulihan Hulu Jadi Kunci Menghentikan Siklus Banjir
Dadan menegaskan bahwa banjir Garut tidak akan tuntas selama kerusakan hulu dibiarkan. Ia mendorong dilakukannya:
- Reforestasi kawasan kritis Papandayan dan Cikajang,
- Penataan ulang lahan pertanian,
- Normalisasi Sungai Cimanuk,
- Perbaikan drainase kota secara menyeluruh.
“Kalau hulunya tidak sehat, hilir pasti jadi korban. Audit lingkungan dan tata ruang adalah langkah pertama yang harus dilakukan,” tutupnya. [JB]







