GARUT, JABARBICARA.COM – Polemik dugaan monopoli proyek pemerintah di Kabupaten Garut kian bergulir. Setelah Forum Asosiasi Jasa Konstruksi menggeruduk Dinas Pendidikan dan Dinas PUPR, kini giliran Garut Indeks Perubahan Strategis (GIPS) yang angkat bicara. Direktur GIPS, Ade Sudrajat, menyebut persoalan ini sebagai bukti telanjang lemahnya kepemimpinan daerah dan gagalnya pengawasan anggaran.
“Ini bukan sekadar rebutan tender, ini krisis integritas. Kalau Bupati dan Wakil Bupati membiarkan permainan proyek hanya dikuasai segelintir orang, berarti mereka ikut menutup mata terhadap pelanggaran hukum,” kata Ade Sudrajat, Selasa (16/9/2025).
Aturan Sudah Tegas, Praktik Masih Kotor
Ade menegaskan bahwa regulasi pengadaan barang dan jasa pemerintah sudah sangat jelas. Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 yang diperbarui dengan Perpres Nomor 12 Tahun 2021, terutama Pasal 6 dan Pasal 65, secara tegas mengharuskan pengadaan dilaksanakan transparan, bersaing, adil, dan akuntabel, serta melarang persekongkolan tender.
“Perpres itu bukan hiasan di rak buku. Pemerintah daerah wajib patuh. Jika terbukti ada rekayasa tender, itu bukan hanya pelanggaran administrasi, tapi bisa dijerat pidana korupsi,” ujar Ade.
Ia juga menyinggung Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 yang menegaskan kewajiban pemerintah daerah mengikuti ketentuan Perpres dalam setiap proses pengadaan. “Artinya, tidak ada celah bagi kepala daerah untuk berdalih tidak tahu aturan,” tambahnya.
Sorotan Tajam ke Bupati dan Wabup
Menurut GIPS, Bupati sebagai Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah (PKPKD) tidak boleh hanya berperan sebagai simbol atau tukang tanda tangan anggaran. Ade Sudrajat menilai ada kelalaian serius yang membuat pola monopoli bisa terus berjalan.
“Bupati dan wakilnya tidak bisa cuci tangan. Kalau pengawasan jalan, kenapa pemainnya itu-itu saja? Ini bentuk pembiaran,” tegasnya.
Ia juga menyebut bahwa kegagalan mengawasi proyek berarti kegagalan menegakkan keadilan ekonomi bagi masyarakat Garut.
UMKM Jadi Korban
Ade menyoroti dampak paling nyata dari dugaan monopoli: tersingkirnya pelaku UMKM lokal. Padahal, Pasal 65 Perpres 16/2018 memerintahkan agar proyek bernilai hingga Rp200 juta diprioritaskan untuk UMKM.
“Janji pemberdayaan hanya jadi slogan. UMKM disuruh bersaing, tapi arena pertandingannya sudah diatur. Ini pengkhianatan terhadap ekonomi kerakyatan,” ujar Ade.
Desakan Tindakan Tegas
GIPS mendesak agar BPK, KPPU, hingga aparat penegak hukum segera turun tangan melakukan audit dan investigasi. Ade meminta transparansi dokumen tender dan penegakan sanksi kepada pihak yang terbukti bermain, baik pejabat maupun kontraktor.
“Kalau kepala daerah tidak berani menindak, lebih baik mundur. Garut butuh pemimpin yang berani melawan mafia proyek, bukan pemimpin yang hanya bersembunyi di balik birokrasi,” tandasnya.
Ade menegaskan bahwa masyarakat Garut tidak boleh dibiarkan jadi korban sistem yang kotor. “Diam sama saja melindungi pelanggaran. Ini saatnya publik menagih keberanian, bukan sekadar klarifikasi,” pungkasnya. [JB]