Ade Sudrajat: Rakyat Berhak Menagih Janji Politik, Pejabat Harusnya Menjawab dengan Empati

Garut119 Dilihat

GARUT, JABARBICARA.COM — Ketegangan antara warga dan Wakil Bupati Garut yang terekam dalam video viral di media sosial memantik perhatian publik. Dalam video berdurasi sekitar satu menit itu, tampak sejumlah warga mempertanyakan janji kampanye politik yang dinilai belum terealisasi. Namun, alih-alih menanggapi dengan dialog terbuka, sang wakil bupati terlihat emosional dan enggan menanggapi secara substantif.

Menanggapi peristiwa tersebut, Direktur Garut Institute for Policy Sustainability (GIPS), Ade Sudrajat, menilai respons wakil bupati itu sebagai refleksi lemahnya komunikasi publik pejabat daerah.

“Wajar kalau warga menanyakan janji kampanye. Itu hak rakyat. Yang tidak wajar justru ketika pejabat menanggapinya dengan emosi, seolah kritik adalah serangan pribadi,” kata Ade saat dikonfirmasi, Senin (6/10/2025).

“Janji Politik Adalah Amanah, Bukan Retorika” Menurut Ade, janji politik yang pernah disampaikan dalam masa kampanye adalah kontrak moral antara calon pemimpin dan masyarakat. Karena itu, masyarakat berhak menagihnya kapan pun selama pejabat tersebut masih menjabat.

“Janji politik bukan retorika di panggung. Itu amanah yang harus dijaga. Kalau warga menanyakan, bukan berarti mereka melawan, tapi sedang menagih tanggung jawab,” ujarnya.

Ade juga menyebut bahwa sikap emosional pejabat justru bisa memperburuk kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah.

“Ketika pejabat defensif, rakyat makin kehilangan simpati. Padahal yang dibutuhkan hanya penjelasan jujur: apa yang sudah dikerjakan, apa yang belum, dan apa kendalanya,” tambahnya.

GIPS: Pemerintah Daerah Perlu Transparansi dan Komunikasi Empatik

GIPS mendorong pemerintah daerah Garut untuk membangun sistem komunikasi publik yang terbuka dan partisipatif. Menurut Ade, pejabat publik mesti belajar menghadapi kritik secara dewasa.

“Pejabat publik harus terbiasa mendengar. Komunikasi empatik itu penting. Kalau rakyat sudah bicara, berarti mereka masih peduli,” katanya.

Ia juga menilai bahwa insiden dalam video itu menjadi momentum refleksi bagi seluruh pejabat di daerah agar tidak alergi terhadap kritik.

“Yang lebih berbahaya dari kritik rakyat adalah ketika rakyat sudah diam. Karena diam artinya sudah tidak percaya,” ujarnya.

Partisipasi Publik sebagai Cermin Demokrasi Lokal Ade menegaskan, menagih janji politik bukan pelanggaran etika, tetapi bagian dari demokrasi lokal yang sehat. Warga yang berani menyampaikan pendapat justru menunjukkan tingkat kesadaran politik yang tumbuh di masyarakat Garut.

“Rakyat yang menagih janji itu tanda mereka melek politik. Pejabat seharusnya mengapresiasi, bukan menghakimi,” tutur Ade.

Ia juga meminta agar setiap pejabat di Garut meneladani sikap kepemimpinan yang terbuka dan rendah hati, terutama dalam menghadapi aspirasi rakyat kecil.

“Pemimpin itu dicintai bukan karena jabatan, tapi karena kesediaannya mendengar dan memahami rakyatnya,” pungkasnya. [JB]

Baca Juga:  Jelang Ramadan dan Idulfitri, Pemkab Garut Gelar Pangan Murah di Sucinaraja

Posting Terkait

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *