Wali Kota Bandung: Esensi Pancasila sebagai Dasar Negara Lahir dari Spiritualitas dan Keadilan Sosial

Bandung147 Dilihat

KOTA BANDUNG, JABARBICARA.COM –  Wali Kota Bandung Muhammad Farhan mengajak masyarakat untuk memahami kembali esensi Pancasila sebagai dasar negara yang lahir dari spiritualisme dan nilai moral luhur.

Menurutnya, Pancasila bukan sekadar norma hukum, melainkan ruh yang harus mewarnai setiap langkah kepemimpinan dan kehidupan berbangsa.

Banner Iklan 4
Banner Iklan
Banner Iklan 1
Banner Iklan 2

Hal itu disampaikan Farhan dalam dialog Peringatan Hari Lahir Pancasila bersama Majelis Luhur Kepercayaan Kota Bandung yang digelar di Pendopo Kota Bandung, Sabtu (31/05/2025).

Farhan mengungkapkan pengalaman kontemplatif dan refleksi pribadinya terkait makna spiritual dalam kepemimpinan.

Menurutnya, seorang pemimpin tidak boleh hanya bergantung pada hukum positif dan aturan administratif tanpa jiwa dan moralitas.

Baca Juga:  Creavill Bandung: Membangun Kreativitas Masyarakat Lewat Literasi dan Pemberdayaan

“Kalau hanya mengandalkan hukum positif tanpa memperhatikan nilai spiritual, saya bisa saja menjadi seperti para penguasa otoriter yang mengkultuskan diri mereka sendiri, seperti Kim Il-Sung, Kim Jong-Il, dan Kim Jong-Un di Korea Utara,” katanya.

Baginya, kekuasaan tanpa landasan spiritual akan membunuh jiwa sebuah bangsa dan menjauhkan nilai-nilai kemanusiaan.

Oleh karena itu, ia mengajak seluruh elemen masyarakat dan aparat pemerintahan untuk menggali kembali akar spiritualisme Pancasila yang dilahirkan oleh Bung Karno.

Farhan menceritakan kisah spiritual Bung Karno yang diyakini menemukan lima sila Pancasila saat melakukan kontemplasi di hutan Arjasari, Banjaran.

“Saya sendiri ingin mendorong perbaikan dan pelestarian tempat-tempat bersejarah ini, termasuk makam tokoh yang menginspirasi perjuangan sosial,” ucapnya.

Baca Juga:  Hadapi Arus Mudik dan Balik Lebaran 2025, PT KAI Tambah 2 Kereta Tambahan

Farhan menggarisbawahi pentingnya keadilan sosial sebagai puncak dari nilai-nilai Pancasila.

Ia menjelaskan, keadilan yang dimaksud bukan sekadar keadilan formal yang tertulis dalam hukum, tetapi juga keadilan yang dirasakan oleh rakyat secara nyata.

“Keadilan itu adalah rarasaan, yang tidak bisa diukur dengan indeks semata. Kita sering melihat ketimpangan dalam penegakan hukum yang membuat rasa keadilan masyarakat terluka, seperti kasus korupsi yang hukumannya jauh lebih ringan dibandingkan pelaku kejahatan kecil,” ujarnya.

Ia juga memperkenalkan konsep keadilan sebagai equilibrium atau keseimbangan, bukan sekadar equal atau kesamaan rata.

“Equal berarti sama rata, tapi itu belum tentu adil. Equilibrium memberikan kesempatan yang sama sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing individu. Ini yang harus kita pahami sebagai spirit keadilan sosial,” ujarnya.

Baca Juga:  Nganjang Ka Pakuan, Keluarga Nana Nuriana Nostalgia Kenangan 20 Tahun Silam

Dalam konteks kebhinekaan, Farhan mengapresiasi praktik toleransi yang berjalan di Kota Bandung. Kebebasan beribadah dijamin tetapi juga diimbangi dengan hak masyarakat untuk menyampaikan pendapat, bahkan dalam bentuk demo.

Pemerintah bertugas menjaga agar tidak terjadi gesekan fisik antar kelompok. Ia mencontohkan penanganan konflik antara kelompok pendukung sepak bola Bobotoh dan Jakmania yang sejak 2018 relatif kondusif.

Selain itu, Farhan mengajak seluruh warga Bandung untuk mewujudkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari dengan semangat gotong royong dan persatuan.

“Kita tidak hanya menghafal Pancasila, tapi harus menghidupkan nilai-nilainya melalui tindakan nyata agar Bandung menjadi kota yang damai, harmonis, dan maju,” ucapnya. [Dskmf.Kt.Bdg]

Posting Terkait

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *