Krisis Kemanusiaan Pascabanjir: Suara Yudha Disambut Apresiasi, Kinerja Bupati-Wabup Dipertanyakan

Garut290 Dilihat

GARUT, JABARBICARA.COM — Saat suara warga nyaris tenggelam dalam rutinitas birokrasi, satu pernyataan dari seorang wakil rakyat menggugah kesadaran publik. Yudha Puja Turnawan, anggota DPRD Kabupaten Garut, menyampaikan kondisi memilukan warga korban banjir yang masih tinggal di bekas kandang ayam. Pernyataan itu memicu gelombang perhatian dari berbagai kalangan, termasuk dari Koalisi Masyarakat Garut Menggugat (KMGM) dan Komite Rakyat Anti Korupsi (KRAK).

Bagi Dera, Koordinator KMGM, suara Yudha adalah oase di tengah kekeringan empati para pengambil kebijakan.

IMG-20250807-WA0013
IMG-20250812-WA0048
IMG-20250814-WA0000
IMG-20250807-WA0014
IMG-20250812-WA0057

“Yudha bicara jujur dan membela yang terlupakan. Di tengah gempita pencitraan 100 hari pemerintahan, beliau justru hadir menyuarakan jeritan sunyi para korban banjir. Ini bukan sekadar empati, ini keberpihakan,” ujar Dera, Minggu (13/07/2025).

Pernyataan Dera mengandung nuansa kecewa terhadap lambannya gerak pemerintah daerah. Ia menilai 100 hari pertama kepemimpinan Bupati dan Wakil Bupati Garut justru diwarnai dengan aktivitas simbolik ketimbang langkah konkret.

“Kami tidak anti terhadap Bupati dan Wakil Bupati. Tapi 100 hari sudah lewat tanpa arah yang jelas. Di mana pemulihan pascabencana? Di mana keberpihakan pada rakyat miskin? Jangan hanya bangga dengan potong pita,” tambahnya.

Kritik lebih tajam disampaikan Andres Ramfuji, Ketua KRAK, yang menyoroti kemungkinan lemahnya manajemen anggaran dan pengawasan internal.

“Ketika ada warga hidup di kandang ayam, itu bukan sekadar potret kemiskinan. Itu bukti bahwa negara sedang absen. Kami mendesak audit bantuan banjir, baik dari APBD maupun sumber lainnya. Ini bukan hanya soal uang, ini soal harga diri masyarakat,” tegas Andres.

KMGM dan KRAK bersama-sama menekankan bahwa mereka bukan lawan politik, melainkan penjaga suara nurani publik. Mereka mendorong:

Percepatan perbaikan rumah warga terdampak banjir dengan mekanisme yang adil.

Evaluasi total terhadap program kerja 100 hari Bupati-Wakil Bupati yang telah dijalankan.

Pembukaan forum rakyat sebagai mekanisme akuntabilitas terbuka bagi Pemkab Garut.

“Kalau pemerintah hari ini tidak siap dikritik, maka mereka tidak layak dipercaya. Kami akan terus bersuara sampai perubahan benar-benar terasa di rumah-rumah rakyat yang hancur karena banjir,” tutup Andres.

Rakyat Garut tidak membutuhkan janji, tapi kehadiran. Dan dalam krisis, suara keberpihakan seperti yang dilakukan Yudha, justru menjadi harapan terakhir agar rasa keadilan tak sepenuhnya lenyap di tengah puing-puing bencana. [JB]

Baca Juga:  Ateng Sujana, Isu TPA Pasirbajing: Antara Kepentingan Politik dan Harapan Masyarakat

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *