GARUT, JABARBICARA.COM – Garut Institute for Policy Sustainability (GIPS) menyoroti lemahnya tata kelola pajak daerah di Kabupaten Garut yang dinilai menghambat optimalisasi pendapatan asli daerah (PAD) dan berdampak pada terbatasnya pembiayaan pembangunan.
Direktur GIPS, Ade Sudrajat, menyampaikan bahwa indikasi kelalaian pemerintah daerah dalam pengelolaan pajak terlihat dari rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak, sistem penagihan yang belum terintegrasi penuh, hingga minimnya transparansi penggunaan dana pajak.
“Selama ini potensi pajak daerah Garut tidak tergarap maksimal. Masih ada kebocoran penerimaan, data yang tidak sinkron, dan penegakan aturan yang lemah. Ini bukan hanya masalah teknis, tetapi juga masalah tata kelola dan komitmen,” tegas Ade, Kamis (14/08/2025).
GIPS berharap pelantikan 13 pejabat pimpinan tinggi pratama di lingkungan Pemkab Garut, termasuk Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) yang baru, Ridzky Rizdnurdhin, S.H., M.Ak., menjadi momentum pembenahan menyeluruh.
Ade menekankan bahwa pelantikan pejabat tidak boleh sekadar formalitas atau menggugurkan kewajiban administratif.
“Pelantikan harus berarti perubahan signifikan. Publik menunggu terobosan nyata, khususnya di sektor pajak daerah yang menjadi salah satu sumber utama PAD. Jika dikelola dengan baik, pajak daerah bisa menjadi lokomotif pembiayaan pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur,” ujarnya.
Menurut GIPS, reformasi pengelolaan pajak daerah setidaknya mencakup:
- Digitalisasi penuh sistem pajak daerah untuk meminimalisasi potensi kebocoran.
- Transparansi penggunaan dana pajak melalui laporan terbuka dan mudah diakses publik.
- Penguatan penegakan aturan terhadap wajib pajak yang tidak patuh.
- Peningkatan kapasitas SDM pajak daerah agar mampu mengelola sistem modern dan data besar (big data).
“Kami akan memantau kinerja pejabat baru, khususnya di sektor pajak dan keuangan daerah. Keberhasilan mereka akan diukur dari sejauh mana perubahan ini benar-benar terasa di masyarakat,” pungkas Ade. [JB]