BANDUNG, JABARBICARA.COM – Digitalisasi telah merambah ke berbagai sektor kehidupan, termasuk proses demokrasi di tingkat desa. Di Jawa Barat, wacana dan implementasi Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) secara daring atau e-voting menjadi sebuah keniscayaan.
Tujuannya mulia: menciptakan proses pemilihan yang lebih efisien, cepat, dan transparan. Namun, di balik janji-janji tersebut, ada sejumlah persoalan mendasar yang perlu dikritisi, terutama terkait keadilan akses dan transparansi. Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (Badko HmI) Jawa Barat memandang bahwa digitalisasi demokrasi desa harus dilakukan dengan sangat hati-hati agar tidak justru menciptakan ketimpangan baru.
Menyoal Keadilan Akses: Siapkah Warga Desa?
Konsep keadilan akses menjadi poin krusial yang perlu dipertanyakan. Tidak semua warga desa memiliki akses yang sama terhadap teknologi dan internet. Kesenjangan digital atau digital divide masih menjadi realitas yang tak terhindarkan. Pertanyaan-pertanyaan kritis yang muncul adalah:
Akses Infrastruktur: Apakah seluruh desa di Jawa Barat, termasuk yang berada di pelosok, sudah terjangkau jaringan internet yang stabil? Masih banyak daerah yang mengalami blank spot atau minimnya sinyal. Tanpa infrastruktur yang memadai, sistem e-voting akan sulit diimplementasikan secara merata. Realitanya 355 Titik Desa di Jawa Barat masih terdapat Blank Spot yang tidak terjangkau sinyal
Literasi Digital: Seberapa familiar warga desa, terutama lansia, dengan penggunaan gawai, komputer, atau aplikasi voting online? Literasi digital yang rendah dapat menjadi hambatan signifikan. Alih-alih mempermudah, proses ini justru bisa menjadi rumit dan mengecilkan partisipasi mereka.
Beban Ekonomi: Untuk mengakses sistem e-voting, warga mungkin membutuhkan gawai atau kuota internet. Ini bisa menjadi beban ekonomi tambahan, terutama bagi masyarakat dengan ekonomi lemah. Apakah pemerintah desa atau daerah sudah memikirkan solusi untuk persoalan ini? Jika tidak, digitalisasi justru bisa mengeksklusi sebagian warga dari proses demokrasi.
Berkaitan dengan hal tersebut Muhammad Rizqi Prajab Selaku Fungsionaris Bidang Politik & Demokrasi Badko HmI Jawa Barat angkat bicara, “Digitalisasi tidak boleh hanya menguntungkan sebagian kecil masyarakat yang sudah melek teknologi, melainkan harus inklusif. Jangan sampai, karena keterbatasan ini, partisipasi masyarakat yang seharusnya meningkat justru menurun.”
Lebih lanjut Siti Nurhayati selaku Ketua Umum Badko Jawa Barat mengungkapkan keresahannya “Digitalisasi demokrasi desa adalah inovasi yang lahir dari logika modernitas, tetapi ia tidak boleh terjebak dalam reduksi ilusi efisiensi yang menafikan realitas material di lapangan”.
Fakta keberadaan 335 desa blank spot di Jawa Barat menunjukkan bahwa aksesibilitas bukan sekadar persoalan teknis, melainkan prasyarat ontologis bagi terwujudnya praksis demokrasi digital yang sahih. Tanpa jaringan yang merata, regulasi yang komprehensif, serta perangkat digital yang memadai, e-voting berpotensi menjadi instrumen reproduksi eksklusi politik dan sekaligus menggerus legitimasi demokrasi di akar rumput.
Maka yang dibutuhkan hari ini bukan hanya inovasi yang kosmetik, melainkan inovasi strategi afirmatif yang sistemik, penguatan infrastruktur digital secara ekstensif, regulasi yang adaptif terhadap dinamika teknologi, distribusi perangkat yang berkeadilan, serta literasi digital yang massif dan berkelanjutan.
Inovasi politik hanya dapat diakui sah apabila berdiri di atas fondasi keadilan akses dan transparansi substantif, sebab demokrasi bukanlah sekadar prosedur elektoral yang mekanis, melainkan ruang praksis partisipasi egaliter yang menjamin hak politik seluruh warga desa tanpa terkecuali.” pungkas Siti Ketua Umum Badko HmI Jawa Barat
Kepercayaan Publik dan Keamanan Data
Selain persoalan akses, digitalisasi Pilkades juga menyimpan tantangan besar terkait transparansi dan keamanan. Pilkades secara konvensional melibatkan proses yang kasat mata, seperti pencoblosan kertas suara, penghitungan di tempat pemungutan suara (TPS), hingga rekapitulasi secara manual yang dapat disaksikan langsung oleh warga. Proses ini menumbuhkan rasa kepercayaan publik.
Solusi dan Rekomendasi Badko HMI Jawa Barat tidak serta-merta menolak inovasi digital. Digitalisasi adalah sebuah keniscayaan, tetapi harus dilakukan dengan strategi yang matang. Beberapa rekomendasi yang bisa dipertimbangkan adalah:
- Kajian Komprehensif: Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan kabupaten/kota harus melakukan kajian mendalam terlebih dahulu. Jangan terburu-buru mengimplementasikan e-voting tanpa mempertimbangkan kondisi riil di lapangan.
- Uji Coba Terbatas: Lakukan uji coba di desa-desa yang sudah memenuhi kriteria infrastruktur dan literasi digital. Hasil uji coba ini bisa menjadi bahan evaluasi untuk perbaikan di masa depan.
- Model Hibrida: Pertimbangkan model hibrida yang memadukan sistem manual dan digital. Misalnya, warga yang ingin menggunakan e-voting dipersilakan, sementara bagi yang tidak familiar tetap bisa menggunakan cara konvensional.
- Edukasi Massif: Berikan edukasi dan pelatihan literasi digital secara masif di seluruh desa, bekerjasama dengan berbagai pihak, seperti karang taruna, tokoh masyarakat, dan perguruan tinggi. [JB]