GARUT, JABARBICARA.COM — Rencana pelebaran Jalan Banjarwangi kembali menjadi sorotan setelah DPRD Kabupaten Garut mendesak agar proses tersebut dipercepat demi memenuhi syarat Inpres Jalan Daerah (IJD). Meski percepatan infrastruktur dianggap penting untuk peningkatan aksesibilitas, sejumlah pengamat mengingatkan bahwa kondisi geologi di Banjarwangi perlu mendapat perhatian serius sebelum pelebaran jalan dilakukan.
Kawasan Banjarwangi selama ini dikenal sebagai wilayah dengan kerentanan tanah labil dan riwayat longsor. Kondisi kontur berbukit, tebing curam, ditambah curah hujan tinggi, membuat stabilitas tanah menjadi tantangan utama dalam pembangunan infrastruktur. Beberapa ruas jalan di kecamatan tersebut bahkan kerap tertutup material longsor setiap musim hujan.
Dalam konteks ini, rencana pelebaran jalan dengan standar jalan provinsi—yang biasanya memiliki lebar lebih besar, lapisan perkerasan lebih tebal, serta peruntukan bagi kendaraan berbobot besar—dipandang berpotensi meningkatkan risiko, apabila tidak didahului kajian teknis yang mendalam.
Analis Kebijakan Publik, Yadi Roqib Jabbar, menegaskan bahwa upaya pemenuhan syarat IJD tidak boleh mengesampingkan faktor keselamatan dan karakteristik tanah setempat.
“Kita memahami bahwa percepatan pelebaran Jalan Banjarwangi diperlukan untuk memenuhi kriteria IJD. Namun, pembangunan infrastruktur tidak boleh hanya mengejar persyaratan administratif,” ujar Yadi, Jumat, (5/12/2025).
“Tanah di Banjarwangi itu labil. Ada sejarah longsor dan pergerakan tanah. Jika pelebaran dilakukan mengikuti standar jalan provinsi tetapi tanpa memperkuat struktur pondasi dan tebing, risiko tanah amblas itu sangat besar.”
Yadi menjelaskan bahwa pelebaran jalan seharusnya tidak dipandang sebagai pekerjaan sederhana menambah lebar badan jalan, tetapi sebagai rangkaian rekayasa teknik yang memerlukan pemahaman detail terkait kondisi tanah, kedalaman lapisan keras, pola aliran air, hingga potensi pergeseran massa tanah.
“Jalan yang nantinya akan dilalui kendaraan besar—seperti truk logistik atau bus antarkota—tentu memberi beban tambahan pada badan jalan. Kalau tanah dasar belum distabilkan, beban tersebut bisa memicu retakan, amblas, bahkan memicu longsor baru,” lanjut Yadi.
Ia menilai, sebelum proyek fisik dimulai, pemerintah daerah harus memastikan bahwa konsultan perencana telah melakukan uji laboratorium tanah, pemetaan geologi rinci, dan analisis stabilitas lereng. Menurutnya, tanpa data teknis tersebut, proyek pelebaran akan rentan mengalami kegagalan struktural, terutama dalam jangka panjang.
“Penguatan tebing dengan metode geotekstil, dinding penahan tanah, sistem drainase bertekanan, hingga soil stabilization harus disiapkan. Ini bukan pilihan, tapi keharusan untuk wilayah seperti Banjarwangi,” tegasnya.
“Kalau proses ini dilewati, kita hanya membangun jalan yang tampak rapi di awal tetapi cepat rusak setelah satu atau dua musim hujan.”
Selain aspek teknis, Yadi juga mengingatkan DPRD agar tidak terburu-buru mendorong percepatan tanpa memastikan kecukupan anggaran untuk penanganan geoteknik.
“Standar jalan provinsi membutuhkan biaya yang lebih besar, terutama jika tanahnya harus distabilkan. DPRD harus memastikan anggarannya memadai, bukan sekadar mengejar label IJD tetapi justru membebani APBD karena perbaikan darurat di kemudian hari,” jelasnya.
Yadi menambahkan bahwa koordinasi dengan pemerintah provinsi maupun kementerian terkait dinilai penting agar desain dan metode pengerjaan sesuai dengan standar nasional, terutama pada wilayah rawan bencana.
“Kita semua tentu berharap akses Banjarwangi membaik. Tetapi penyelesaiannya tidak bisa instan. Infrastruktur harus tahan lama, aman, dan sesuai dengan karakter tanah,” tutup Yadi.
“Kalau semua tahapan dilakukan dengan benar, Banjarwangi bukan hanya punya jalan yang lebih lebar, tetapi juga jalan yang lebih aman untuk masyarakat.”
Rencana pelebaran Jalan Banjarwangi kini menunggu tindak lanjut pemerintah daerah, sembari menunggu hasil kajian teknis dan kesesuaian syarat IJD. Masyarakat berharap agar proyek ini tidak hanya meningkatkan mobilitas, tetapi juga menjamin keselamatan dan ketahanan jangka panjang infrastruktur di wilayah rawan longsor tersebut. [JB]







