GIPS Soroti Revisi Perda RTRW Garut: Jangan Jadi Ajang “Pemutihan” Pelanggaran Tata Ruang dan Perusakan Lingkungan

Garut150 Dilihat

GARUT, JABARBICARA.COM – Di tengah pembahasan revisi Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Garut Nomor 6 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) antara Pemerintah Daerah (Pemda) dan DPRD Kabupaten Garut, Garut Indeks Perubahan Strategis (GIPS) melontarkan peringatan keras.

Ketua GIPS, Ade Sudrajat, menegaskan agar revisi RTRW tidak dijadikan pintu masuk untuk melegalkan pelanggaran tata ruang yang selama ini terjadi secara masif, khususnya di kawasan Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).

IMG-20251124-WA0038
IMG-20251124-WA0039
IMG-20251118-WA0104

“Kami mencium aroma kompromi yang sangat kental. Publik harus waspada, jangan sampai revisi Perda RTRW ini hanya menjadi alat pemutihan bagi investor nakal yang terlanjur membangun usaha pariwisata di zona konservasi atau lahan pertanian produktif,” tegas Ade Sudrajat di Garut, Senin (15/12/2025).

Baca Juga:  ILUNI ONE Garut Gelar Pasanggiri Jaipong Antar SMP dan Lomba Nyanyi Antar Angkatan Alumni

Ancaman Serius di Kawasan Hulu DAS
GIPS menyoroti kondisi kritis kawasan hulu di sejumlah wilayah, seperti Kecamatan Pasirwangi (Kawasan Darajat), Cikajang, Cisurupan, hingga kaki Gunung Cikuray di Kecamatan Cilawu. Berdasarkan pemantauan lapangan, kawasan yang seharusnya berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) kini mengalami alih fungsi menjadi kawasan terbangun, betonisasi pariwisata, serta pertanian sayuran intensif tanpa kaidah konservasi.

“Fakta bahwa 13 kecamatan di Garut menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ditambah tingginya indeks risiko banjir bandang dan longsor, merupakan bukti nyata kegagalan penegakan tata ruang selama ini,” ujar Ade.

Ia mengingatkan, apabila revisi RTRW justru mengakomodasi alih fungsi lahan di hulu DAS Cimanuk dan Citameng menjadi kawasan komersial, maka Pemda dan DPRD dinilai sedang merancang bencana ekologis di masa depan.
“Itu sama saja merencanakan bencana bagi rakyat Garut,” tegasnya.

Baca Juga:  Carut marut Pemeliharaan Jalan di Garut, PAC PP Peundeuy Sampaikan Ini!!

LP2B Dinilai sebagai Benteng Terakhir Ketahanan Pangan
Selain ancaman bencana ekologis, GIPS juga menekankan pentingnya mempertahankan LP2B sebagai benteng terakhir ketahanan pangan daerah. GIPS menemukan banyak lahan sawah produktif, terutama di jalur-jalur strategis, yang terancam kehilangan status perlindungannya demi kepentingan industri, properti, dan pariwisata.

“Garut adalah lumbung pangan. Jika LP2B terus digerus dengan dalih investasi wisata atau perumahan, kita tidak hanya kehilangan identitas agraris, tetapi juga kedaulatan pangan,” kata Ade.

Ia mengingatkan DPRD agar bersikap cermat dan tidak melemahkan perlindungan lahan pertanian melalui pasal-pasal revisi RTRW yang bersifat kompromistis.

“Jangan sampai pasal perlindungan LP2B justru ‘masuk angin’,” ujarnya.

Tiga Tuntutan GIPS

Menanggapi proses pembahasan revisi RTRW yang tengah berjalan, GIPS menyampaikan tiga tuntutan utama kepada Panitia Khusus (Pansus) DPRD dan Pemerintah Kabupaten Garut:

  1. Transparansi Peta Tata Ruang
    Membuka draf terbaru peta pola ruang kepada publik. Masyarakat berhak mengetahui desa dan kawasan mana saja yang statusnya diubah dari kawasan lindung atau pertanian menjadi kawasan terbangun.
  2. KLHS yang Kredibel dan Substantif
    Memastikan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dilakukan secara valid, ilmiah, dan partisipatif, bukan sekadar formalitas administrasi. Daya dukung dan daya tampung lingkungan tidak boleh dipaksakan.
  3. Penegakan Hukum Tanpa Tawar
    Sebelum merevisi aturan, Pemda diminta menindak tegas bangunan dan aktivitas usaha yang jelas melanggar Perda RTRW Nomor 6 Tahun 2019. GIPS menolak adanya pasal “keterlanjuran” yang membenarkan pelanggaran hukum.
Baca Juga:  Bupati Garut Saksikan penyembelihan Hewan Kurban Bantuan Presiden RI di Ponpes Assa'adah Limbangan

“Tata ruang adalah soal nyawa, keselamatan, dan keberlanjutan hidup warga Garut, bukan sekadar ajang bagi-bagi kue proyek. GIPS akan terus mengawal proses ini,” pungkas Ade Sudrajat. [Red.JB]

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *