Oleh: Sony Fitrah Perizal
JABARBICARA.COM – Provinsi Jawa Barat mencatat alokasi dana desa yang sangat besar. Berdasarkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tahun ini, total dana desa mencapai Rp6,3 triliun. Dana tersebut bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta stimulus bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Barat yang masih menunggu realisasi.
Dana yang sangat besar ini sejatinya menjadi peluang emas untuk mendorong percepatan pembangunan desa, terutama dalam pengentasan kemiskinan, penguatan ekonomi lokal melalui BUMDes, serta peningkatan kualitas infrastruktur desa. Namun di balik peluang besar tersebut, tersimpan tantangan serius yang tidak boleh diabaikan.
Transparansi dan Kapasitas Aparatur Masih Lemah
Salah satu persoalan krusial adalah minimnya transparansi dan publikasi penggunaan anggaran di tingkat desa. Belum semua desa mampu menyajikan laporan anggaran yang mudah diakses dan dipahami oleh masyarakat. Publikasi penggunaan anggaran yang terbatas ini kerap menimbulkan kecurigaan dan memicu ketegangan antara pemerintah desa dan masyarakat.
Lebih jauh, masih banyak aparat desa yang belum sepenuhnya memahami mekanisme pengelolaan dana desa sesuai peraturan perundang-undangan. Minimnya pelatihan teknis, lemahnya kapasitas perencanaan, dan ketergantungan pada pihak ketiga menjadi faktor penghambat efektivitas penyerapan anggaran.
Sekretaris Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Jawa Barat, Pupun, menekankan pentingnya pencairan dana desa sesuai usulan awal, agar program-program prioritas benar-benar menjawab kebutuhan warga. Namun hingga pertengahan tahun ini, realisasi pencairan dana desa dari provinsi masih nihil, karena belum turunnya instruksi resmi dari pusat.
Ancaman dari Oknum-Ormas dan Wartawan Abal-Abal
Tak kalah mencemaskan, banyak kepala desa yang mengeluhkan tekanan dari oknum yang mengatasnamakan ormas maupun media. Modusnya beragam: dari permintaan data, intervensi proyek, hingga intimidasi terselubung. Fenomena ini memperburuk iklim pemerintahan desa yang sedang berbenah menuju tata kelola yang akuntabel.
Kepala desa dan perangkatnya menjadi rentan, apalagi bila tidak memiliki pemahaman hukum dan kemampuan komunikasi publik yang baik. Dalam banyak kasus, perangkat desa justru memilih diam karena khawatir tekanan tersebut berujung pada pelaporan hukum, meski tanpa dasar.
Solusi: Pendampingan Hukum dan Penguatan Publikasi
Situasi ini mengharuskan adanya pendampingan hukum yang sistematis dan berkelanjutan. Pendampingan hukum tidak hanya saat desa menghadapi masalah, tetapi juga sejak perencanaan anggaran hingga pelaporan. Dengan begitu, perangkat desa lebih percaya diri menjalankan tugasnya dan mampu membedakan mana kontrol sosial yang sehat, dan mana tekanan berkedok jurnalisme.
Selain itu, publikasi dan komunikasi program desa perlu ditingkatkan. Kehadiran Humas di tingkat desa, penggunaan media sosial resmi, dan keterbukaan data anggaran dapat menjadi benteng transparansi sekaligus membangun kepercayaan publik.
Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Jawa Barat telah menjalin sinergi dengan program SIO (Sistem Informasi Online) BUMDes dan Sekolah Bisnis Desa yang telah melahirkan lebih dari 500 alumni. Langkah ini patut diapresiasi sebagai upaya membangun kapasitas ekonomi desa berbasis potensi lokal.
BUMDes dan KMP, Sinergi Bukan Kompetisi
Dalam waktu dekat, seluruh desa di Indonesia, termasuk 5.311 desa di Jawa Barat, akan membentuk Koperasi Merah Putih (KMP) yang rencananya diresmikan secara serentak. Meski gagasan ini disambut antusias, ada kekhawatiran bahwa KMP bisa menjadi ancaman bagi eksistensi BUMDes yang sudah terlebih dahulu menjadi ujung tombak ekonomi desa.
Bidang BUMDes, seperti disampaikan oleh Ibu Keny dari Dinas, menegaskan bahwa BUMDes harus tetap menjadi sentra ekonomi kreatif desa. Kolaborasi antara KMP dan BUMDes perlu dirancang agar saling menguatkan, bukan saling mematikan. Apalagi seluruh desa di Jawa Barat sudah memiliki BUMDes sejak 2023.
Harapan Baru bagi Desa Jawa Barat
Desa adalah pondasi pembangunan nasional. Di tengah tantangan dan kompleksitas birokrasi, transparansi, dan gangguan eksternal, pemerintah provinsi dan pusat harus hadir lebih kuat dalam bentuk pendampingan hukum, peningkatan kapasitas, serta pemantauan dan evaluasi yang objektif.
Bagi JMSI Jabar, semua itu bisa peluang yang bagus. JMSI bisa memberikan layanan publikasi gratis, advokasi hukum bagi peerintah desa dan advokasi media. [**]