Saatnya Pemerintah Pusat Adil pada Jawa Barat

Opini258 Dilihat

Oleh: Daddy Rohanady,
Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat

Saat kita berbicara tentang keadilan fiskal, kita tidak sedang membicarakan soal siapa yang lebih pantas diberi “jatah lebih besar”, melainkan siapa yang paling membutuhkan dan paling berkontribusi. Jawa Barat berada di titik kritis dalam dua hal itu: jumlah penduduk terbanyak dan kontribusi ekonomi terbesar kedua setelah DKI Jakarta. Tapi dalam realisasi alokasi dana dari pusat, justru kami berada di posisi paling buntung.

Banner Iklan 4
Banner Iklan
Banner Iklan 1
Banner Iklan 2

Bandingkan saja, dalam program Dana Desa dan Koperasi Merah Putih, Jawa Barat hanya mendapat total Rp 25,83 triliun. Jumlah ini jauh lebih kecil dibanding Jawa Tengah dan Jawa Timur, yang masing-masing mendapat Rp 37,4 triliun dan Rp 37,06 triliun. Padahal, dari sisi jumlah penduduk, Jawa Barat menanggung lebih dari 50 juta jiwa—sekitar 18 persen total populasi nasional. Apakah ini adil?

Baca Juga:  Dukung Rencana Gubernur Jawa Barat Terpilih. Daddy Rohanady: Segera Benahi BUMD Jawa Barat!

Mari lihat datanya: Jawa Barat memiliki 5.955 desa dan kelurahan. Sementara Jawa Tengah punya 9.322, dan Jawa Timur 8.501. Namun dari sisi ekonomi,

Jawa Barat Berpenduduk 52 juta orang, Jawa Timur hahya 41 juta orang, apalagi jawa tengah diangka 34 juta orang.

Jawa Barat berkontribusi terbesar kepada PDB nasional, Jelas terlihat bahwa formulasi yang terlalu berorientasi pada jumlah desa mengabaikan potensi dan beban fiskal riil daerah.

Kesenjangan Dana, Kesenjangan Pembangunan

Distribusi fiskal yang hanya berbasis pada jumlah desa—tanpa mempertimbangkan jumlah penduduk—mengakibatkan apa yang saya sebut sebagai fiscal injustice. Ini berbahaya karena akan memperbesar fiscal gap daerah padat penduduk seperti Jawa Barat. Ketika dana per kapita warga Jateng mencapai hampir Rp 1 juta, warga Jabar hanya kebagian Rp 510 ribu. Padahal kebutuhan dasar, tekanan urbanisasi, dan kebutuhan infrastruktur di Jabar jauh lebih tinggi.

Baca Juga:  Opini Kritis Dari Ahayy: Untuk Bupati Dan Wakil Bupati Garut

Efek langsungnya bisa kita rasakan. Banyak program pembangunan strategis di Jabar jalan di tempat. Kualitas layanan publik pun sulit ditingkatkan. Bahkan alokasi untuk mendukung fungsi komunikasi dan media, termasuk publikasi kegiatan pembangunan, terkena imbasnya.

Daya Dorong Ekonomi Nasional yang Terlupakan

Saya ingin tegaskan: Jabar bukan hanya provinsi dengan penduduk besar, tapi juga mesin ekonomi nasional. Kawasan industri Bekasi-Karawang-Purwakarta menopang ekspor-impor negara, dan sektor manufaktur kami menyumbang signifikan terhadap PDB. Tanpa dukungan fiskal yang memadai, daerah penggerak ini bisa kehilangan momentum. Lalu siapa yang akan menanggung akibatnya? Negara.

Kami mendorong pemerintah pusat mengadopsi pendekatan baru: hybrid formula, yaitu menggabungkan jumlah desa, jumlah penduduk, dan kontribusi ekonomi dalam menentukan alokasi dana transfer.

Baca Juga:  SOLUSI TURBULENSI APBD JABAR JILID 2

Lebih jauh, saya juga meminta pemerintah mengkaji ulang sistem perpajakan. Selama ini PPh 21 dan PPh 25 Badan dari perusahaan yang berproduksi di Jabar justru tercatat di kantor pusat mereka di Jakarta. Jika pajak dikembalikan ke tempat produksi, PAD Jabar bisa meningkat dua kali lipat. APBD kami bisa setara dengan DKI Jakarta. Dan itu bukan mimpi.

Ajakan untuk Berpikir Keadilan

Ini bukan soal memanjakan Jawa Barat. Ini soal menyelamatkan daerah yang selama ini menjadi motor pertumbuhan ekonomi nasional. Pemerintah pusat harus segera mengubah cara pandangnya terhadap transfer dana. Bukan hanya soal berapa desa, tapi juga berapa manusia yang dilayani dan berapa besar kontribusinya bagi republik ini.

Saatnya pusat memberi perlakuan adil bagi Jawa Barat. Bukan karena kami meminta lebih, tapi karena kami sudah memberikan lebih. [**]

Posting Terkait

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *