JAKARTA, JABARBICARA.COM – Mantan Panitera Muda Perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut), Wahyu Gunawan, didakwa menerima suap secara bersama-sama terkait vonis lepas perkara korupsi pengurusan izin ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan minyak goreng (Migor). Jaksa mengatakan Wahyu menerima bagian Rp 2,4 miliar dari suap tersebut.
Sidang dakwaan Wahyu Gunawan digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (20/8/2025).
Jaksa mengatakan Wahyu menerima uang suap untuk vonis lepas perkara migor bersama Muhammad Arif Nuryanta selaku mantan Ketua PN Jaksel sekaligus mantan Wakil Ketua PN Jakpus, serta majelis hakim yang menangani perkara tersebut yakni hakim ketua Djuyamto dengan anggota Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom.
Jaksa mengatakan total uang suap itu sebesar Rp 40 miliar. Uang itu diterima dari pengacara atau pihak yang mewakili kepentingan terdakwa korporasi migor yakni Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih dan M. Syafei.
Terdakwa korporasi dalam perkara migor ini yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas Group. Uang suap itu dibagi bersama-sama oleh Arif, Djuyamto, Agam, Ali dan Wahyu.
“Menerima hadiah atau janji yaitu menerima uang tunai dalam bentuk mata uang dolar Amerika, sejumlah 2.500.000 dolar Amerika atau senilai Rp 40 miliar,” kata jaksa saat membacakan surat dakwaan.
Jaksa mengatakan uang suap itu diterima dalam dua kali penerimaan untuk mempengaruhi majelis hakim. Pengacara ingin perkara migor tersebut diputus lepas atau onslag.
“Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yaitu menggerakkan Terdakwa Wahyu Gunawan bersama-sama Muhammad Arif Nuryanta, Djuyamto, Agam Syarief Baharudin, dan Ali Muhtarom untuk memutus perkara tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor crude palm oil dan turunannya pada industri kelapa sawit bulan Januari 2022 sampai dengan bulan April 2022 atas nama terdakwa korporasi Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musi Mas Group, selanjutnya disebut perkara korupsi korporasi Migor dengan putusan lepas,” ujar jaksa.
Jaksa penuntut umum membeberkan fakta baru terkait kasus dugaan suap yang melibatkan terdakwa Wahyu. Dalam persidangan, jaksa menyebutkan total uang yang diterima Wahyu mencapai Rp 2,4 miliar.
“Total penerimaan Wahyu berjumlah Rp 2,4 miliar,” ujar jaksa dalam sidang, Selasa (20/08/25).
Adapun rincian pembagiannya, Wahyu pertama kali menerima uang sebesar Rp 800 juta. Kemudian, pada penerimaan kedua, ia kembali mendapatkan Rp 1,6 miliar.
“Uang tersebut diserahkan dalam dua tahap berbeda,” lanjut jaksa. Dilansir dari DetikNews
Jaksa menambahkan, aliran dana tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi Wahyu serta diduga melibatkan pihak lain. Rincian pembagian uang suap tersebut kini tengah ditelusuri lebih lanjut oleh tim penyidik.
Berikut detail pembagian uang tersebut:
- Penerimaan pertama, uang tunai dalam bentuk pecahan USD100 sebesar USD 500,000 atau senilai Rp 8.000.000.000 dengan rincian penerimaan masing-masing pihak sebagai berikut:
– Muhammad Arif Nuryanta, pecahan USD senilai Rp 3.300.000.000
– Wahyu Gunawan selaku panitera, pecahan USD senilai Rp 800.000.000
– Djuyamto, pecahan USD dan SGD senilai Rp 1.700.000.000
– Agam Syarief Baharudin, pecahan USD dan SGD senilai Rp 1.100.000.000
– Ali Muhtarom, pecahan USD senilai Rp 1.100.000.000 - Penerimaan kedua, uang tunai dalam bentuk pecahan USD100 sebesar
USD2,000,000 atau senilai Rp 32.000.000.000 dengan rincian penerimaan masing-masing pihak sebagai berikut:
– Muhammad Arif Nuryanta, pecahan USD senilai Rp 12.400.000.000
– Wahyu Gunawan, sebesar USD100.000 atau senilai Rp 1.600.000.000
– Djuyamto, pecahan Dollar amerika senilai Rp 7.800.000.000
– Agam Syarief Baharudin, pecahan USD senilai Rp 5.100.000.000
Jaksa mendakwa Wahyu melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 atau Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.