DPC GMNI GARUT TEKANKAN PEMERINTAH UNTUK OBJEKTIF DAN LAKUKAN PENGAWASAN KETAT TERHADAP PROSES INVESTIGASI DALAM TRAGEDI PESTA RAKYAT PERNIKAHAN WAKIL BUPATI GARUT

Opini245 Dilihat

GARUT, JABARBICARA.COM- Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPC GMNI) Garut menyampaikan duka cita mendalam atas tragedi yang terjadi dalam acara pesta rakyat pernikahan Wakil Bupati Garut yang digelar beberapa hari lalu. Peristiwa ini menyebabkan tiga orang meninggal dunia dan puluhan lainnya mengalami luka-luka akibat insiden desak-desakan massa dalam acara yang seharusnya menjadi ajang kebahagiaan bersama. [21 Juli 2025]

Sekretaris Jenderal DPC GMNI Garut, Al Rendy Firmansyah, mengecam keras kelalaian dalam pelaksanaan acara tersebut. Ia menegaskan bahwa pemerintah daerah dan aparat penegak hukum harus mengusut tuntas peristiwa ini secara objektif, transparan, dan tanpa intervensi pihak mana pun.

Banner Iklan 4
Banner Iklan
Banner Iklan 1
Banner Iklan 2

“Kami mendesak agar proses investigasi dilakukan secara menyeluruh dan tidak pandang bulu. Nyawa rakyat tidak boleh dianggap murah, dan negara tidak boleh absen dalam menghadirkan keadilan,” tegas Al Rendy.

Baca Juga:  Siapa Peduli Saat Pers Lokal Sekarat?

Menurut GMNI Garut, tragedi ini menunjukkan lemahnya manajemen pengamanan, kurangnya antisipasi jumlah massa, serta tidak adanya sistem kontrol yang memadai dalam sebuah acara publik berskala besar. Penyelenggaraan acara oleh pejabat publik tidak boleh mengabaikan aspek keselamatan rakyat.

“Ada kelalaian yang tidak bisa ditolerir. Ketika sebuah kegiatan yang diselenggarakan oleh pejabat publik justru menimbulkan korban jiwa, maka harus ada pertanggungjawaban hukum. Kami menolak adanya upaya untuk menutupi fakta atau mengalihkan isu,” tambahnya.

Kemudian GMNI Garut menyoroti beberapa pasal hukum yang berpotensi dilanggar dalam insiden ini, antara lain:

  1. Pasal 360 ayat (1) KUHP:
    “Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang lain luka-luka berat, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun.”
  2. Pasal 360 ayat (2) KUHP: “Jika mengakibatkan luka-luka ringan, pelaku dapat dikenakan hukuman penjara paling lama sembilan bulan.”
  3. Pasal 93 UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan (jika ditemukan pelanggaran terkait protokol kesehatan atau izin keramaian): “Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dan/atau menghalangi pelaksanaan kekarantinaan kesehatan, sehingga menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00.”
  4. Pasal 7 dan Pasal 8 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang menjamin hak hidup dan hak atas rasa aman dalam kehidupan bermasyarakat. “Hukum harus menjadi panglima, dan siapapun yang bertanggung jawab secara struktural maupun teknis harus dimintai pertanggungjawaban. Tidak boleh ada kekebalan hukum hanya karena seseorang berada dalam lingkar kekuasaan,” tambah Al Rendy.
Baca Juga:  Anggaran Besar di Desa, Tantangan Semakin Kompleks

GMNI Garut juga meminta lembaga-lembaga pengawas seperti Komnas HAM, Ombudsman, dan lembaga audit pemerintah untuk turut serta memantau proses investigasi, termasuk potensi pelanggaran hak-hak korban dan keluarga yang ditinggalkan.

Tragedi ini adalah alarm keras bagi semua pemangku kebijakan di daerah untuk kembali menempatkan keselamatan rakyat sebagai prioritas utama dalam setiap kegiatan pemerintahan maupun kegiatan sosial.

“Kami berdiri bersama rakyat Garut dalam menuntut keadilan. Tiga nyawa melayang, puluhan lainnya terluka, dan kita tidak boleh membiarkan tragedi seperti ini menjadi hal yang dianggap biasa. Ini luka kolektif dan harus dijawab dengan keadilan kolektif juga,” pungkas Al Rendy.

Posting Terkait

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *