Pekerjaan Jalan Tidak Sesuai Kontrak: Kerugian Negara Mencapai Miliaran Rupiah, FPP Jawa Barat Meminta Gubernur Segera Mengevaluasi UPTD PJJWP II BMPR Jawa Barat

Sukabumi99 Dilihat

SUKABUMI, JABARBICARA.COM — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia menemukan adanya ketidaksesuaian dalam pelaksanaan pekerjaan jalan di bawah tanggung jawab UPTD Pengelolaan Jalan dan Jembatan Wilayah Pelayanan (PJJWP) II Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang (BMPR) Provinsi Jawa Barat.

Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK TA 2024 mengungkap bahwa:

  1. Pekerjaan Pemeliharaan Berkala Jalan Letkol Eddie Soekardi (Jalan Akses Pembangunan–Pelabuhan II–Bts. Kota/Kab. Sukabumi–Cibolang) tidak sesuai kontrak dengan nilai kerugian Sebesar Rp.1.243.574.237,84
  2. Kekurangan Volume Pekerjaan Rekonstruksi Ruas Jalan Jampang Tengah – Kiaradua Sebesar Rp.1.536.433.159,00
  3. Pekerjaan Pemeliharaan Berkala Jalan Ruas Jalan Cibadak – Cikidang – Pelabuhan Ratu – Jalan Bhayangkara (Pelabuhan Ratu) tidak sesuai kontrak sebesar Rp.246.283.378,38
  4. Pekerjaan Pemeliharaan Berkala Jalan Ruas Jalan Cemerlang (Sukabumi) tidak sesuai kontrak sebesar Rp.281.688.027,03

Potensi kerugian negara senilai miliaran rupiah harus segera ditindaklanjuti sesuai mekanisme hukum dan administrasi.

Sesuai ketentuan dalam Peraturan LKPP dan Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 (Revisi 2), setiap kelebihan pembayaran akibat pekerjaan yang tidak sesuai kontrak wajib dikembalikan ke kas daerah.

Ketua FPP Jabar Deni kepada jabarbicara.com , Senin 15-09-2025, menyampaikan, bahwa pola seperti ini sering berulang: penyedia mengurangi volume pekerjaan, setelah diperiksa BPK, kerugian dikembalikan ke kas daerah.

Baca Juga:  Bey Machmudin Takziah ke Rumah Syamsul Diana Ahmad

Namun, perusahaan yang sama tetap bisa memenangkan tender proyek pemerintah berikutnya.

Aspek Hukum Pengadaan :

  1. Berdasarkan Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 jo. Perpres No. 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah:
  2. Pasal 17 ayat (2) huruf c → Penyedia wajib bertanggung jawab atas ketepatan perhitungan volume.
  3. Pasal 78 ayat (3) dan (5) → Jika terbukti ada kesalahan volume, penyedia dikenai sanksi administratif dan ganti rugi sebesar kerugian.
  4. Peraturan LKPP No. 12 Tahun 2021 (Lampiran II angka 7.13) → Pembayaran hanya boleh dilakukan terhadap pekerjaan yang sudah terpasang.

Implikasi hukum :

Perusahaan yang terbukti berulang kali melakukan kesalahan volume seharusnya dikenakan sanksi administrasi berat, berupa pencantuman dalam daftar hitam (blacklist) sehingga dilarang mengikuti tender untuk jangka waktu tertentu (1–2 tahun), sesuai Pasal 78 ayat (6) Perpres 16/2018.

Aspek Hukum Pidana :

UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:

Baca Juga:  KPU Kota Sukabumi Sosialisasikan Masa Kampanye dan Pelaporan Dana Kampanye

Pasal 2 dan 3 mengatur bahwa perbuatan memperkaya diri/korporasi yang merugikan keuangan negara adalah tindak pidana korupsi.

Mengurangi volume pekerjaan tapi menerima pembayaran penuh dapat dikualifikasi sebagai mark up atau perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara.

Fakta bahwa kerugian dikembalikan tidak menghapus tindak pidana (Pasal 4 UU Tipikor). Pengembalian hanya faktor peringan hukuman, bukan alasan bebas.

Implikasi hukum: meskipun kerugian sudah dikembalikan, aparat penegak hukum (kejaksaan/KPK) tetap bisa menindak perusahaan dan pejabat terkait.

Aspek Etika & Tata Kelola Pemerintahan :

Prinsip dasar pengadaan barang/jasa: efisien, efektif, transparan, akuntabel, dan bersaing sehat.

Jika perusahaan yang bermasalah tetap diberi tender baru, maka:

  • Terjadi pelanggaran asas fair competition (Persaingan Sehat).
  • Berpotensi menimbulkan moral hazard: perusahaan terbiasa mengurangi volume karena merasa cukup aman dengan mengembalikan kerugian bila ketahuan.

Kesimpulan Kajian

  • Perusahaan yang berulang kali ditemukan BPK melakukan pengurangan volume meski mengembalikan kerugian seharusnya dikenakan blacklist sesuai Perpres 16/2018 jo. Perpres 12/2021.
  • Praktik tersebut berpotensi masuk kategori tindak pidana korupsi, karena Pasal 4 UU Tipikor menegaskan pengembalian kerugian negara tidak menghapus pidana.
  • Aparat penegak hukum (Inspektorat, Kejaksaan, KPK) wajib menindaklanjuti karena terdapat unsur perbuatan melawan hukum, kerugian negara, dan keuntungan pihak tertentu.
  • Dari sisi tata kelola, pemberian tender lanjutan kepada perusahaan bermasalah melanggar asas akuntabilitas dan keadilan dalam pengadaan.
Baca Juga:  Petani di Sukabumi Tewas dengan Luka Parah di Punggung, Diduga Akibat Peluru Nyasar saat Tidur di Gubuk

Forum Pemerhati Pembangunan Jawa Barat meminta Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan aparat penegak hukum menindaklanjuti temuan ini, guna memastikan akuntabilitas pengelolaan anggaran serta mencegah kerugian lebih besar bagi negara.

Adapun dalam hal ini forum pemerhati pembangunan jawa barat sedang melakukan konsolidasi untuk melakukan unjuk rasa sebagai bentuk mendorong evaluasi total UPTD PJJWPII BMPR Jawa Barat.

Tuntutan :

  1. Mendesak Gubernur Jawa Barat untuk segera memberikan sanksi tegas kepada pihak penyedia dan pejabat terkait.
  2. Mendesak Gubernur Jawa Barat Untuk Mencopot PPK, Kepala UPTD PJJWP II BMPR Jawa Barat
  3. Mendesak Inspektorat dan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat mengusut dugaan tindak pidana korupsi atas kekurangan volume pekerjaan tersebut.
  4. Menuntut transparansi penggunaan anggaran pembangunan infrastruktur jalan agar tidak merugikan masyarakat.
  5. Menolak segala bentuk praktik KKN dalam proyek infrastruktur jalan di Jawa Barat. [JB]

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *