GARUT, JABARBICARA.COM – Industri Kecil Menengah (IKM) Endog Lewo yang terletak di Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut, telah mencetak sejarah baru dengan penetapan sebagai salah satu Warisan Budaya Tak Benda (WBTb) oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada bulan Januari yang lalu.
Dilansir dari jabarprov.go.id
Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Energi, dan Sumber Daya Manusia (ESDM) Kabupaten Garut, Ridwan Effendi, menyampaikan informasi ini saat melakukan kunjungan ke sentra produksi Endog Lewo di Kampung Panyindangan, Kecamatan Malangbong, pada Selasa (18/3/2025).
“Sahabat industri di setiap penjuru Kabupaten Garut, saat ini kami berada di IKM Endog Lewo di Kecamatan Malangbong, yang baru-baru ini telah mencatatkan sejarah sebagai salah satu Warisan Budaya Tak Benda berdasarkan penetapan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat,” ungkap Ridwan Effendi.
Ia menambahkan bahwa penetapan ini merupakan bentuk pengakuan atas kekayaan kuliner khas Garut yang telah ada sejak tahun 1960-an. Endog Lewo, camilan yang terbuat dari singkong dan berbentuk bulat kecil, telah menjadi bagian integral dari identitas kuliner masyarakat setempat.
“Endog Lewo tentu sudah sangat dikenal, khususnya oleh masyarakat Kabupaten Garut dan juga warga Jawa Barat lainnya,” tambahnya.
Ridwan juga menjelaskan bahwa produk ini kini hadir dalam berbagai varian rasa, seperti original, pedas balado, dan daun jeruk. Distribusinya pun sudah meluas ke berbagai daerah di Jawa Barat, bahkan sampai ke negara tetangga.
“Kami berharap dengan penetapan ini, produksi IKM Endog Lewo dapat semakin berkembang dan memberikan dampak positif bagi perekonomian masyarakat sekitar serta Kabupaten Garut secara keseluruhan,” imbuhnya.
Awal Mula Endog Lewo
Asep Andri, putra pemilik IKM Endog Lewo Sintia Rasa, menjelaskan bahwa camilan ini sebelumnya dikenal dengan nama “emplod. ” Untuk memudahkan pemasaran di luar Garut, nama tersebut diubah menjadi Endog Lewo, terinspirasi dari bentuknya yang menyerupai telur (endog dalam bahasa Sunda).
Endog Lewo Sintia Rasa menyediakan empat varian rasa: original, pedas balado, original daun jeruk, dan pedas daun jeruk. Dalam sehari, IKM ini mampu memproduksi sekitar 3 kuintal Endog Lewo dengan melibatkan sekitar 20 karyawan, sebagian besar merupakan warga sekitar.
Asep telah terlibat dalam bisnis Endog Lewo selama 10 tahun, membantu usaha orang tuanya. Ia berkomitmen untuk melanjutkan usaha ini di masa depan jika orang tuanya tidak lagi mampu.
“Kami di sini mempunyai sekitar 20 karyawan, di antaranya ada yang sudah lanjut usia dan tidak bisa bekerja jauh dari rumah, jadi mereka tetap bisa bekerja di dekat keluarganya,” jelasnya.
Pemasaran Endog Lewo kini telah menjangkau banyak daerah, termasuk Ciamis, Bandung, dan Garut, dengan Ciamis sebagai pasar terbesar.
Asep juga menyampaikan harapannya agar harga minyak goreng, yang berperan penting dalam produksi, dapat lebih terjangkau sehingga biaya produksi bisa ditekan.
Dalam hal harga, varian original Endog Lewo dijual seharga Rp28. 000 per kilogram, sementara varian pedas balado dan daun jeruk seharga Rp30. 000 per kilogram. Untuk pembelian grosir (per bal 5 kg), ada penawaran khusus yakni Rp24. 000 per kilogram untuk varian original dan Rp130. 000 per bal untuk varian pedas balado serta daun jeruk.
Dengan pengakuan sebagai Warisan Budaya Tak Benda, diharapkan Endog Lewo semakin dikenal luas dan terus menjadi kebanggaan kuliner Garut.
[Humas Pemdakab Garut]