Ditanya Komitmen APBD 2025 untuk Selamatkan Ekosistem Pers, Gubernur Jabar Dedi Mulyadi Bungkam

Bandung299 Dilihat

BANDUNG. JABARBICARA.COM – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dan Ketua DPRD Jabar Bucky Wikagoe memilih diam seribu bahasa ketika ditanya soal komitmen APBD 2025 untuk menyelamatkan ekosistem pers.

Sikap ini memicu gelombang kekecewaan di kalangan jurnalis, yang melihat media di Jabar kian terpuruk di tengah minimnya dukungan pemerintah. Apakah ini pertanda demokrasi Jawa Barat sedang di ujung tanduk?

Banner Iklan 4
Banner Iklan
Banner Iklan 1
Banner Iklan 2

Media Dijabar Tercekik, Pemerintah Diam Saja

Kejadian ini berlangsung usai rapat paripurna di Gedung DPRD Jawa Barat, Kamis (22/5). Saat wartawan menyinggung alokasi anggaran untuk mendukung pers, Dedi Mulyadi, yang akrab disapa KDM, justru mengalihkan pembicaraan ke topik lain. Ketua DPRD Jabar Bucky Wikagoe pun buru-buru meninggalkan lokasi dengan alasan “mau rapat lagi,” tanpa memberikan jawaban memadai.

Baca Juga:  Harapan Warga Kota Bandung, Cawalkot Nomor Satu Dandan akan Bisa Lebih Peduli dan Komitmen Seperti Kepemimpinan Walikota Ateng Wahyudi

Padahal, ekosistem pers yang sehat adalah tulang punggung demokrasi. Media massa bukan hanya penyampai berita, tetapi juga penjaga transparansi pemerintahan dan penyalur suara rakyat.

Namun, realitas di Jawa Barat justru memperlihatkan sebaliknya. Industri media lokal menghadapi tekanan berat, pendapatan iklan anjlok akibat persaingan dengan media sosial, dan anggaran publikasi dari Pemprov Jabar dipangkas drastis dari Rp 50 miliar menjadi hanya Rp 3,1 miliar.

Krisis Media Ancam Demokrasi

“Anggaran publikasi saat ini cuma 1 per 10.000 dari total APBD Jabar. Apa ini harga demokrasi di mata pemerintah?” ujar Deni, wartawan senior, dengan nada kecewa. Ia menyoroti sikap dingin Pemprov Jabar yang seolah tak peduli pada ancaman kebangkrutan media lokal.

Baca Juga:  Pemprov Jabar Serahkan Sertifikat Biru kepada Perusahaan Peduli Lingkungan

Syahadat Akbar, jurnalis lainnya, bahkan menduga ada upaya sengaja untuk melemahkan media massa. “Gubernur lebih sibuk membangun citra di media sosial pribadinya. Media lokal justru dibiarkan mati perlahan,” katanya.

Pengamat kebijakan publik, Syafril Sjofyan, menegaskan bahwa pers adalah pilar keempat demokrasi. “Pemerintah yang serius membangun demokrasi harus memprioritaskan ekosistem pers, bukan hanya infrastruktur fisik,” tegasnya. Tanpa dukungan nyata, media akan kehilangan independensi dan daya kritisnya, yang pada akhirnya merugikan masyarakat.

Saatnya Pemerintah Bertindak!

Krisis media lokal di Jawa Barat bukan sekadar masalah industri, melainkan ancaman nyata bagi demokrasi. Tanpa pers yang kuat, masyarakat kehilangan akses ke informasi objektif dan ruang diskusi yang sehat. Sudah saatnya Pemprov Jabar membuktikan komitmennya untuk selamatkan media di Jabar selamatkan demokrasi!***

Posting Terkait

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *