GARUT, JABARBICARA.COM – Anggota Komisi II DPRD Provinsi Jawa Barat, Dede Kusdinar, menegaskan urgensi penguatan ekonomi desa melalui sinergi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan Koperasi Merah Putih. Ia menyoroti potensi besar kedua entitas ini dalam mendukung program gizi nasional, khususnya inisiatif Makan Bergizi Gratis (MBGG). Dede menyampaikan pandangannya ini dalam diskusi dengan pengurus besar Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Kabupaten Garut, di mana ia berperan sebagai Pembina PPDI Garut, Kamis (12/06/2025).
Perjalanan Panjang Pengabdian Dede Kusdinar untuk Desa
Dalam kesempatan tersebut, Dede Kusdinar membagikan kilas balik perjalanan karir dan pengabdiannya yang erat kaitannya dengan desa. “Saya mengawali kiprah dari keanggotaan Koperasi Sasakadana Kabupaten Garut, kemudian dipercaya sebagai Kepala Desa Pangauban, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut selama beberapa periode,” kenang Dede.
Pengalaman di tingkat desa membawanya ke jenjang kepemimpinan yang lebih tinggi. “Pengalaman ini yang kemudian mengantarkan saya menjadi Ketua APDESI Kabupaten Garut, berlanjut sebagai Ketua APDESI Provinsi Jawa Barat, hingga akhirnya mendapatkan amanah sebagai anggota DPRD Provinsi Jawa Barat, dan menjadi salah Satu Kader Partai Gerindra dibawah kepemimpinan bapak Prabowo Subianto” jelasnya.
Mengukir Sejarah Lahirnya Undang-Undang Desa
Dede Kusdinar juga menyoroti peran penting perangkat desa dalam sejarah lahirnya Undang-Undang Desa. Ia mengungkapkan bahwa pada tahun 2009, gerakan Parade Nusantara (Sudir Santoso) dan perangkat desa se-Indonesia menjadi motor penggerak utama aspirasi terkait desa.
“Pada masa itu, Ketua Umum Partai Gerindra, Bapak Prabowo Subianto, secara konsisten mengarahkan menggiring kader-kadernya untuk mendukung dan mensukseskan rancangan Undang-Undang Desa,” papar Dede. Perjuangan panjang ini, yang melibatkan tokoh-tokoh Parlemen seperti Prio Budi Santoso dan Budiman Sudjatmiko, akhirnya membuahkan hasil.
“Berkat upaya kolektif ini, Undang-Undang Desa berhasil disahkan pada tahun 2014. Menariknya, meskipun UU Desa disahkan pada masa pemerintahan Presiden SBY, implementasinya secara masif baru terlaksana pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo,” tambahnya.
Inisiasi Sirkuit Ekonomi Desa:
BUMDes dan Koperasi Merah Putih
Dede Kusdinar secara progresif mengusulkan konsep sirkuit ekonomi yang melibatkan BUMDes dan Koperasi Merah Putih. Ia memandang kedua entitas ini sebagai pilar utama dalam pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi gratis, khususnya bagi anak-anak, sejalan dengan program MBGG.
“Gagasan ini berpotensi menciptakan keterkaitan ekonomi yang kuat di tingkat lokal,” ujar Dede.
“Dengan BUMDes dan Koperasi Merah Putih sebagai penyedia, kebutuhan makan dan gizi gratis dapat terpenuhi, sekaligus mendorong perputaran ekonomi antar koperasi, BUMDes, dan masyarakat desa itu sendiri. Ini adalah model ideal untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian desa.”
Optimalisasi Peran BUMDes dan Koperasi Merah Putih dalam Program Makan Bergizi Gratis
Dede Kusdinar memaparkan secara sistematis bagaimana BUMDes dan Koperasi Merah Putih dapat menjadi tulang punggung logistik program MBGG, dari hulu hingga hilir:
A. Hulu: Produksi dan Pengadaan Bahan Baku Lokal
1. BUMDes sebagai Pengelola Sentra Produksi: BUMDes memiliki kapasitas untuk mengelola lahan pertanian, perkebunan, atau peternakan desa guna memproduksi bahan baku utama seperti padi, sayuran, buah-buahan, daging, atau ikan. Dengan demikian, dana program MBGG akan berputar di tingkat desa, langsung meningkatkan pendapatan petani dan peternak lokal.
2. Koperasi Merah Putih sebagai Agregator dan Penjamin Mutu: Koperasi ini akan berperan sebagai pengumpul hasil panen atau ternak dari berbagai petani/peternak anggota BUMDes atau masyarakat desa. Mereka bertanggung jawab dalam sortasi, grading, dan pengemasan awal untuk memastikan kualitas bahan baku sesuai standar gizi program MBGG.
B. Hilir: Pengolahan, Distribusi, dan Pelayanan
1. BUMDes sebagai Pusat Pengolahan Pangan: BUMDes dapat mendirikan unit pengolahan sederhana, seperti dapur umum atau fasilitas pengemasan makanan, untuk mengubah bahan baku menjadi makanan siap saji atau semi-proses. Ini sekaligus menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan nilai tambah produk lokal.
2. Koperasi Merah Putih sebagai Distributor dan Jasa Katering: Koperasi ini akan mendistribusikan makanan olahan dari BUMDes ke titik-titik distribusi program MBGG (sekolah, posyandu, balai desa). Mereka juga dapat membentuk unit usaha katering khusus untuk memastikan penyaluran makanan yang efisien dan tepat sasaran.
3. Pemberdayaan Tenaga Kerja Lokal: Seluruh rantai pasok dari hulu ke hilir ini akan menyerap tenaga kerja dari masyarakat desa, mulai dari petani, peternak, pekerja pengolahan, juru masak, hingga tenaga distribusi. Ini akan berkontribusi signifikan dalam mengurangi pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan keluarga di desa.
Kolerasi Kuat dengan Program Makan Bergizi Gratis Nasional
Dede Kusdinar menekankan korelasi yang sangat kuat antara sirkuit ekonomi, BUMDes-Koperasi Merah Putih dengan program MBGG yang diusung oleh Prabowo Subianto.
1. Pemberdayaan Ekonomi Desa: Program MBGG akan menjadi “pasar” yang stabil dan besar bagi produk-produk pertanian dan olahan desa, secara langsung mendorong kemandirian ekonomi desa sesuai amanat UU Desa.
2. Ketahanan Pangan Lokal: Mengandalkan pasokan dari BUMDes dan Koperasi akan memperkuat ketahanan pangan lokal, mengurangi ketergantungan pada pasokan dari luar daerah.
3. Nutrisi yang Lebih Baik: Rantai pasok yang lebih pendek dan pengawasan langsung dari Koperasi serta BUMDes terhadap bahan baku lokal berpotensi menghasilkan makanan yang lebih segar dan bergizi untuk anak-anak.
4. Sirkulasi Uang di Desa: Dana program MBGG yang dialokasikan ke BUMDes dan Koperasi akan berputar di dalam ekosistem desa, menciptakan efek multiplier ekonomi yang positif.
5. Pemerataan Kesejahteraan: Integrasi ini selaras dengan visi pemerataan pembangunan dan kesejahteraan hingga ke pelosok desa, yang merupakan salah satu janji utama pemerintahan.
“Dengan demikian, BUMDes dan Koperasi Merah Putih tidak hanya bertindak sebagai pelaksana teknis, tetapi juga menjadi aktor kunci dalam menciptakan nilai tambah ekonomi yang signifikan dan berkelanjutan bagi desa-desa melalui program Makan Bergizi Gratis,” pungkas Dede.
Teknis Implementasi Sirkuit Ekonomi Hulu ke Hilir Program MBGG
Dede Kusdinar memaparkan alur teknis implementasi sirkuit ekonomi ini secara detail, yang memerlukan perencanaan matang dan koordinasi lintas sektor:
Fase 1: Perencanaan dan Pembentukan
Ekosistem (Pra-Implementasi MBGG)
– Pemetaan Kebutuhan dan Potensi: Pemerintah Pusat/Daerah dan Tim Program MBGG menginventarisasi data penerima manfaat. BUMDes dan Pemerintah Desa mengidentifikasi sumber daya lokal dan SDM. Koperasi Merah Putih mensurvei kapasitas keanggotaan.
– Penyusunan Pedoman dan Standar: Kementerian terkait (Kemendes PDTT, Kemenkes, Kemendag, Kemenkop UKM) bersama Tim Program MBGG menyusun pedoman teknis yang jelas mengenai standar gizi, kualitas bahan baku, higiene pangan, prosedur pengadaan, pengolahan, pengemasan, distribusi, mekanisme pembayaran, dan pelaporan. BUMDes dan Koperasi mengadaptasi pedoman ini ke dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) internal.
– Penguatan Kapasitas: Pemerintah/Dunia Usaha memberikan pelatihan teknis (manajemen usaha, GAP, GHP, higiene pangan, rantai pasok, resep MBGG) dan memfasilitasi akses permodalan (KUR, CSR, dana desa, pinjaman lunak) untuk investasi awal.
Fase 2: Operasional Hulu (Produksi & Pengadaan)
– Penentuan Kebutuhan Rutin: Tim Program MBGG menginformasikan kebutuhan harian/mingguan/bulanan kepada BUMDes/Koperasi.
– Pengadaan Bahan Baku: BUMDes menjadi sentra pengadaan (mengelola lahan sendiri atau membeli dari petani/peternak lokal). Koperasi Merah Putih bertindak sebagai agregator, melakukan sortasi, grading, dan pengemasan awal, serta dapat memasok bahan baku spesifik dari luar desa jika diperlukan.
– Quality Control Hulu: BUMDes/Koperasi melakukan pengecekan kualitas awal, yang dilengkapi inspeksi berkala dari Tim Pengawas Program MBGG.
Fase 3: Operasional Hilir (Pengolahan, Distribusi & Pelayanan)
– Pengolahan Makanan: BUMDes mendirikan atau menggunakan fasilitas dapur standar kebersihan, merekrut juru masak lokal terlatih, dan melakukan proses memasak massal serta pengemasan higienis.
– Distribusi: BUMDes/Koperasi bertanggung jawab mendistribusikan makanan matang/siap saji ke titik-titik distribusi sesuai jadwal, menggunakan kendaraan yang memenuhi standar kebersihan, dan melakukan pencatatan setiap pengiriman.
– Pelayanan dan Konsumsi: Petugas di titik distribusi membagikan makanan kepada anak-anak penerima, disertai monitoring konsumsi.
Fase 4: Monitoring, Evaluasi, dan Pembayaran
– Pelaporan dan Verifikasi: BUMDes/Koperasi melaporkan jumlah porsi, daftar pemasok, dan catatan keuangan secara berkala. Tim Program MBGG melakukan verifikasi data laporan.
– Pembayaran: Pemerintah/Tim Program MBGG melakukan pembayaran kepada BUMDes/Koperasi berdasarkan porsi yang berhasil disalurkan dan standar kualitas. BUMDes/Koperasi kemudian membayarkan kepada pemasok dan tenaga kerja.
– Monitoring dan Evaluasi Berkelanjutan: Rutin mengevaluasi efektivitas, kualitas gizi, dampak ekonomi lokal, dan kendala program, dengan umpan balik untuk perbaikan dan pengukuran dampak pada gizi anak.
“Teknis ini membutuhkan regulasi yang jelas, koordinasi antarlembaga yang kuat, dan komitmen dari semua pihak untuk memastikan program berjalan efisien, transparan, serta memberikan dampak maksimal pada gizi anak sekaligus ekonomi desa,” tegas Dede Kusdinar. [JB]