Dirut pertamina Patra Niaga Oplos Pertalite jadi Pertamax, Negara Rugi Rp 193 Triliun

Nasional83 Dilihat

JAKARTA, JABARBICARA.COM – Dilansir dari kompas.com Kejaksaan Agung mengungkap kasus dugaan korupsi besar dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) selama periode 2018–2023. Kerugian negara akibat praktik ini mencapai angka fantastis, yaitu Rp 193,7 triliun.

 

Beberapa perbuatan melawan hukum tersebut telah mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara sekitar Rp 193,7 triliun,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (24/2/2025) malam, seperti dikutip dari Antara.

 

Kerugian tersebut terjadi akibat berbagai penyimpangan, mulai dari ekspor minyak mentah dalam negeri, impor minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM) melalui perantara (broker), hingga pengelolaan kompensasi dan subsidi yang diduga melanggar aturan.

Pertamina Bantah Isu Oplosan Pertalite ke Pertamax Di tengah ramainya pembahasan mengenai skandal ini, muncul dugaan bahwa Pertalite sengaja dioplos menjadi Pertamax. Namun, PT Pertamina (Persero) menegaskan bahwa tuduhan tersebut tidak benar. Vice President Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, memastikan bahwa BBM yang beredar di masyarakat sudah sesuai dengan spesifikasi resmi yang ditentukan oleh pemerintah.

Kami pastikan bahwa yang dijual ke masyarakat itu adalah sesuai dengan spek yang sudah ditentukan oleh Dirjen Migas. Itu artinya ya RON 92 Pertamax, RON 90 itu artinya Pertalite,” ujar Fadjar saat berbicara di Gedung DPD RI, Jakarta, Selasa (25/2/2025). Fadjar juga mengklarifikasi bahwa informasi yang beredar di masyarakat tidak sesuai dengan yang disampaikan Kejaksaan Agung.
Menurutnya, Kejagung mempermasalahkan pembelian BBM dengan RON 92, bukan soal pengoplosan bahan bakar. “Jadi di Kejaksaan mungkin kalau boleh saya ulangkan, lebih mempermasalahkan tentang pembelian RON 92, bukan adanya oplosan. Sehingga mungkin narasi yang keluar, ada miss-informasi di situ,” jelasnya, dikutip dari Kontan. Dugaan Korupsi dan Modus Operandi Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan tujuh tersangka yang diduga terlibat dalam praktik korupsi di lingkungan Pertamina dan KKKS.

Baca Juga:  163.523 Calon Haji Lunasi Bipih Tahap I

Para tersangka tersebut adalah:
Kompas.com Jawa Barat Dugaan Korupsi Rp 193,7 Triliun Pertamina, Benarkah Ada Oplosan Pertalite ke Pertamax? Kompas.com, 26 Februari 2025, 13:30 WIB Baca di App Maya Citra Rosa Editor 1 Lihat Foto KOMPAS.com – Kejaksaan Agung mengungkap kasus dugaan korupsi besar dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) selama periode 2018–2023.

Kerugian negara akibat praktik ini mencapai angka fantastis, yaitu Rp 193,7 triliun. “Beberapa perbuatan melawan hukum tersebut telah mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara sekitar Rp 193,7 triliun,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (24/2/2025) malam, seperti dikutip dari Antara.

Kerugian tersebut terjadi akibat berbagai penyimpangan, mulai dari ekspor minyak mentah dalam negeri, impor minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM) melalui perantara (broker), hingga pengelolaan kompensasi dan subsidi yang diduga melanggar aturan. [FULL] Pembelaan Pertamina Patra Niaga Usai Dicecar DPR soal Isu Pertamax Oplosan Pertamina Bantah Isu Oplosan Pertalite ke Pertamax Di tengah ramainya pembahasan mengenai skandal ini, muncul dugaan bahwa Pertalite sengaja dioplos menjadi Pertamax. Namun, PT Pertamina (Persero) menegaskan bahwa tuduhan tersebut tidak benar.

Baca Juga:  RILIS..Harga BBM Terbaru Resmi Di Semua SPBU RI Berlaku Mulai Hari Ini, Minggu 9 Maret 2025

Vice President Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, memastikan bahwa BBM yang beredar di masyarakat sudah sesuai dengan spesifikasi resmi yang ditentukan oleh pemerintah. Usai Penggeledahan oleh Kejagung, Dirjen Migas Kementerian ESDM Dinonaktifkan Artikel Kompas.id Baca juga: Pertalite Dioplos Pertamax, Warga: Saya Kira Motor Lari Kencang, Ternyata Cuma Sugesti “Kami pastikan bahwa yang dijual ke masyarakat itu adalah sesuai dengan spek yang sudah ditentukan oleh Dirjen Migas. Itu artinya ya RON 92 Pertamax, RON 90 itu artinya Pertalite,” ujar Fadjar saat berbicara di Gedung DPD RI, Jakarta, Selasa (25/2/2025).

Fadjar juga mengklarifikasi bahwa informasi yang beredar di masyarakat tidak sesuai dengan yang disampaikan Kejaksaan Agung. Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+ Menurutnya, Kejagung mempermasalahkan pembelian BBM dengan RON 92, bukan soal pengoplosan bahan bakar. “Jadi di Kejaksaan mungkin kalau boleh saya ulangkan, lebih mempermasalahkan tentang pembelian RON 92, bukan adanya oplosan. Sehingga mungkin narasi yang keluar, ada miss-informasi di situ,” jelasnya, dikutip dari Kontan.

Dugaan Korupsi dan Modus Operandi Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan tujuh tersangka yang diduga terlibat dalam praktik korupsi di lingkungan Pertamina dan KKKS. Para tersangka tersebut adalah: Baca juga: Ramai Isu Oplosan Pertalite-Pertamax di Skandal Rp 193,7 Triliun, Pertamina Angkat Bicara Riva Siahaan (RS) – Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga SDS – Direktur Feed Stock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional YF – Direktur Utama PT Pertamina International Shipping AP – VP Feed Stock Management PT Kilang Pertamina Internasional MKAR – Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa DW – Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim GRJ – Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Merak Kejagung mengungkap bahwa sejak 2018, pemenuhan kebutuhan minyak mentah seharusnya mengutamakan pasokan dalam negeri.

Baca Juga:  Pemkab Garut Raih Opini Kualitas Tertinggi dalam Penilaian Kepatuhan Penyelenggaraan Pelayanan Publik 2024

Namun, para tersangka justru mengondisikan agar produksi minyak domestik ditolak dengan berbagai alasan, seperti harga yang dianggap tidak ekonomis atau spesifikasi yang diklaim tidak sesuai. “Pertamina wajib mencari pasokan dari kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan mengimpor, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 42 Tahun 2018,” kata Abdul Qohar. Namun, berdasarkan hasil penyelidikan, sejumlah pejabat Pertamina malah sengaja menurunkan produksi kilang dalam negeri. Akibatnya, pasokan minyak dari KKKS tidak terserap dan justru diekspor ke luar negeri.Padahal harga yang ditawarkan oleh KKKS masih masuk range (kisaran, red) harga HPS,” tegasnya. [***]

Posting Terkait

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *