BANDUNG, JABARBICARA.COM — Baru-baru ini, perhatian publik tertuju pada video dan surat dukungan sejumlah kepala desa dalam Pilkada Garut 2024. Aksi ini memicu kontroversi, karena diduga melanggar peraturan terkait netralitas kepala desa. Peristiwa tersebut terjadi di beberapa wilayah seperti Kecamatan Bayongbong, Kecamatan Samarang, dan Kecamatan Malangbong.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Jawa Barat, Dede Kusdinar, memberikan pandangannya. Ia mengingatkan pentingnya bagi para kepala desa untuk memahami batasan dalam aktivitas politik sesuai dengan regulasi yang berlaku. Dede merujuk pada Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 17, yang mengatur tentang larangan kepala desa dalam berpolitik.
“Menurut Pasal 29 (g) UU No. 6 Tahun 2014, kepala desa dilarang menjadi pengurus partai politik. Selain itu, pada poin (i) disebutkan bahwa kepala desa juga dilarang terlibat dalam kampanye atau memberikan dukungan kepada salah satu calon,” ujar Dede Kusdinar dalam pernyataannya, Jumat (20/9/2024) malam.
Dede menegaskan bahwa kepala desa harus menjaga netralitas dan tidak terlibat dalam politik praktis, sebagaimana diatur dalam PKPU No. 17. Ia juga mengimbau agar para kepala desa memahami visi dan misi calon tanpa melanggar aturan yang telah ditetapkan.
“Sebagai Ketua APDESI Jawa Barat, saya meminta agar kepala desa tidak terlibat secara langsung dalam memberikan dukungan politik. Mereka harus fokus pada tugas pemerintahan dan menjaga netralitas,” tegasnya.
Dede juga mengkritisi tindakan beberapa kepala desa yang menghadiri acara politik di luar jam kerja. Ia mengingatkan agar mereka tidak menggunakan fasilitas negara untuk kegiatan politik praktis, sesuai dengan peraturan yang berlaku.
“Saat ini, masa kampanye resmi belum dimulai. Kampanye Pilkada baru akan berlangsung dari 25 September hingga 23 November. Kepala desa harus tetap fokus menjalankan tugasnya hingga kampanye resmi dimulai,” tambahnya.
Ia juga menekankan bahwa sebagai warga negara, kepala desa tetap memiliki hak politik untuk memilih. Namun, hak tersebut harus dijalankan secara pribadi tanpa melibatkan jabatan atau fasilitas negara. Dede berharap agar kepala desa bisa menjalankan peran mereka dengan menjaga netralitas demi terwujudnya pemilu yang adil dan demokratis.
Terkait dengan beberapa insiden yang dianggap melanggar PKPU No. 17, Dede menegaskan bahwa kepala desa berhak memberikan dukungan dalam konteks pribadi. Namun, dukungan tersebut tidak boleh dilakukan dalam bentuk kampanye resmi atau terorganisir.
“Jika hanya sekadar memberikan yel tanpa mengajak atau mengarahkan, apakah itu bisa disebut melanggar? Apalagi, beberapa kejadian terjadi di luar masa kampanye,” ujarnya.
Dede juga menjelaskan bahwa insiden di Kecamatan Malangbong, yang sempat viral, terkait dengan kerusakan fasilitas desa yang disewa untuk acara, bukan dukungan politik terorganisir.
Ia berharap kepala desa dapat lebih fokus dalam menyukseskan Pilkada melalui sosialisasi kepada masyarakat di tingkat RT dan RW tanpa terlibat dalam kampanye politik praktis.
Diketahui, beberapa kepala desa di Garut sempat viral karena diduga terlibat dalam mendukung salah satu pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Garut, khususnya di wilayah Kecamatan Samarang, Bayongbong, dan Malangbong. (***)