Advokat Dadan Nugraha Soroti Potensi Dugaan di Balik Putusan DKPP Terhadap KPU yang Tidak Menyeret Bawaslu

Garut244 Dilihat

GARUT, JABARBICARA.COM – Advokat dan Pemerhati Kebijakan Publik, Dadan Nugraha, menyoroti secara kritis implikasi hukum dan potensi dugaan di balik putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang menyatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersalah dalam suatu perkara etik, namun tidak melibatkan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).

Dalam perspektif hierarki regulasi penyelenggaraan pemilu di Indonesia, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, KPU memiliki mandat sebagai pelaksana teknis pemilu (Pasal 22), sementara Bawaslu memiliki fungsi pengawasan terhadap seluruh tahapan penyelenggaraan pemilu, termasuk kinerja KPU (Pasal 93). DKPP, berdasarkan Peraturan DKPP Nomor 3 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu, berwenang mengadili dugaan pelanggaran kode etik oleh penyelenggara pemilu.

“Adanya putusan DKPP yang menghukum KPU atas pelanggaran etik tertentu menimbulkan pertanyaan mendasar mengapa Bawaslu, sebagai lembaga yang memiliki fungsi pengawasan melekat, tidak turut dinyatakan bersalah,” ujar Dadan Nugraha dalam keterangannya kepada jabarbicara.com.

Baca Juga:  Banjir Luapan di Pasirwangi Rusak Tiga Rumah dan Sebuah Kolam Warga

“Secara logika pengawasan, kegagalan atau pelanggaran yang terjadi pada pihak yang diawasi idealnya juga menjadi pertanyaan terhadap efektivitas fungsi pengawasan.”

Dadan Nugraha lebih lanjut menjelaskan bahwa dalam konteks hukum administrasi dan tanggung jawab, prinsip culpa in vigilando (tanggung jawab karena kurang pengawasan) dapat menjadi relevan. Meskipun demikian, pembuktian unsur kelalaian atau kesengajaan pada pihak pengawas memerlukan analisis mendalam terhadap fakta dan bukti yang terungkap di persidangan DKPP.

“Putusan DKPP tentu didasarkan pada pembuktian yang spesifik terhadap tindakan atau kebijakan KPU yang dianggap melanggar etik,” lanjut Dadan. “Namun, ketiadaan sanksi bagi Bawaslu dapat memunculkan beberapa dugaan yang perlu dicermati lebih lanjut.”

Beberapa potensi dugaan yang disoroti oleh Dadan Nugraha antara lain:

Keterbatasan Bukti Keterlibatan Bawaslu, DKPP kemungkinan tidak menemukan bukti yang cukup kuat yang menunjukkan keterlibatan langsung Bawaslu dalam pelanggaran yang dilakukan KPU atau adanya kelalaian signifikan dalam fungsi pengawasannya terkait isu spesifik yang disidangkan.

Baca Juga:  KPU Tetapkan Dua Pasangan Calon pada Pilkada Garut 2024

Fokus Pelanggaran pada Ranah Teknis KPU, Pelanggaran yang dilakukan KPU mungkin bersifat teknis dan berada di luar area pengawasan langsung Bawaslu pada tahap tertentu, atau Bawaslu telah melakukan pengawasan sesuai prosedur namun pelanggaran tetap terjadi karena faktor lain.

Interpretasi Subjektif DKPP, DKPP memiliki kewenangan untuk menafsirkan kode etik. Bisa jadi, dalam pertimbangannya, DKPP menilai bahwa meskipun terjadi kesalahan di KPU, Bawaslu tidak dapat dipersalahkan secara etik berdasarkan fakta dan konteks perkara.

Potensi Dugaan Lain, Dadan Nugraha tidak menutup kemungkinan adanya dugaan lain, termasuk potensi adanya dinamika internal atau eksternal yang mempengaruhi proses persidangan di DKPP, meskipun hal ini memerlukan pembuktian yang valid.

Baca Juga:  KPU Garut Gelar Rapat Koordinasi Kampanye Terbuka, Tinjau Ulang Lokasi dan Waktu

“Untuk menghindari spekulasi yang tidak berdasar, penting bagi publik untuk mencermati secara seksama pertimbangan hukum dan etik yang mendasari putusan DKPP terhadap KPU,” tegas Dadan Nugraha.

“Transparansi dalam proses peradilan etik penyelenggara pemilu adalah kunci untuk menjaga kepercayaan publik terhadap integritas seluruh lembaga penyelenggara pemilu,” imbuh Dadan

Dadan Nugraha menekankan bahwa kasus ini menjadi pelajaran penting mengenai efektivitas mekanisme pengawasan pemilu dan perlunya evaluasi berkala terhadap regulasi serta implementasi fungsi pengawasan oleh Bawaslu.

“Ke depan, perlu ada kajian mendalam untuk memastikan bahwa mekanisme pengawasan dapat berjalan lebih optimal dan akuntabel, sehingga potensi pelanggaran oleh penyelenggara pemilu dapat diminimalisir,” pungkasnya. [Jb]

Posting Terkait

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *